Tuesday 31 May 2016

Kajian Teori : SEPUTAR PENDIDIKAN ASWAJA

Tujuan Aswaja Terhadap Pendidikan

Tujuan aswaja sebenarnya adalah mengarahkan kepada pembentukkan generasi baru (generasi yang beriman dan berpegang teguh  kepada ajaran-ajaran Islam yang benar) yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dimana generasi baru itu bekerja untuk memformat umat ini dengan format Islam dalam semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, sarana yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut terbatas pada perubahan terbatas pada perubahan tradisi pada umumnya dan pembinaan para pendukung dakwah agar komitmen dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga mereka menjadi teladan bagi orang lain dalam berpegang teguh kepada-Nya, memelihara dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya.[1]
Serta agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dalam jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Inilah yang akan mengantarkan  manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.[2]

Pendidikan Berbasis Aswaja

Mata pelajaran muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penanganan secara profesional muatan lokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan ( stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah. Muatan lokal terdiri dari beberapa macam, namun salah satunya adalah Ke-Nu-An / Aswaja.
Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) telah menyelesaikan penyelerasan Kurikulum Aswaja dan ke-NU-an sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013 (K-13). Kegiatan ini sendiri dilaksanakan pada tanggal 13-15 Agustus 2014 di Bogor. Hadir dalam kegiatan perwakilan dari Pengurus Wilayah LP Ma’arif NU Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Lampung.
Penyelarasan kurikulum Aswaja ini dinilai sangat penting, disamping untuk mewujudkan proses pembelajaran yang lebih baik, juga diharapkan akan mendorong Kemenag RI untuk memberikan pengakua secara tertulis bahwa Aswaja sebagai muatan lokal yang diajarkan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Sekretaris Pengurus Pusat LP Ma’arif NU, Zamzami, S.Ag., M.Si, “Nanti kita akan dorong Kemenag RI untuk memberikan pengakuan secara tertulis Kurikulum Aswaja dan ke-NU-an ini sebagai muatan lokal di lingkungan Nahdlatul Ulama,”.

Pada tahun ajaran ini, lanjut Zamzami, Kurikulum Aswaja dan ke-NU-an sudah bisa diterapkan di seluruh madrasah dan sekolah LP Ma’arif NU yang berjumlah kurang lebih 13 ribu unit. “Pendidikan Aswaja kami harapkan akan berjalan semakin masif kedepannya.[3]
Sekolah/madrasah memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, sebab di madrasah-lah seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam pemikiran, adat kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.[4]

Yang merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah Azza Wa Jala, juga meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan baik itu dari segi akidah, ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya dengan pendidikan yang benar baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi dengan implementasi yang nyata.
Madrasah juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di dalamnya, seperti: mu’alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan belajar, serta idaroh madrasah.[5]

Macam- macam pendidikan antara lain:
1.      Pendidikan Akidah

Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim ialah pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut oleh generasi salaf umat ini. Sebab Allah Ta’ala telah menjadikan akidah para sahabat sebagai standar akidah yang benar. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.[6]
Ibn Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara pertama yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di tengah jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah kepada Allah ta’ala.[7]
Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan setiap kesempatan berlalu tanpa membekali para anak didik dengan bukti-bukti yang menunjukkan kepada Alloh Ta’ala, bimbingan-bimbingan yang bisa memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan yang bisa memperkuat aspek akidah. Teknik pemanfa’atan kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang pendidik pertama (Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam). Beliau selalu berusaha mengarahkan para peserta didik untuk mengangkat dan memperkuat keimanan dan keyakinan yang ada di dalam hati mereka.[8]

2.      Pendidikan Pemikiran

Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sisni ialah mendidik generasi muda Islam dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham yang benar di dalam jiwa mereka, dan mengingatkan mereka agar waspada terhadap paham-paham yang salah.
Sistem pendidikan pemikiran ini yang benar ini diharapkan akan membuahkan pemuda-pemuda yang terdidik dengan pola pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf dalam memahami al-Qur’an dan Hadits.
Disamping itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap pemikiran-pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-paham yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.[9]
Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus mengajarkan kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini:
a.         Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan saja.
b.        Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan hukum-hukum Alloh akan meraih kejayaan.
c.         Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh musuh-musuh Islam.
d.        Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama kurun waktu tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi dunia.
e.         Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki panggung sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita memasuki panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan ‘Umar.[10]
3.      Pendidikan Iman.

Yang dimaksud pendidikan  iman  ialah upaya untuk menambah iman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, memperdalam makna iman, dan meningkatkan kualitas hati sampai pada level dia dapat merasakan manisnya iman, mencintai keta’atan kepada Alloh Ta’ala dan menjauhi kenakalan dan kemaksiatan.[11]

4.      Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang mendorong manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini terbagi menjadi 2 macam:
a.    Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang.
b.    Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Kondisi ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran, tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabi’at dan perangai.
Kondisi yang kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan akhlak. Maksudnya mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah, istiqomah, itsar dan lain-lain.[12]
5.      Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi Sholallohu ‘alaihi Wasalam

Salah saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada generasi muda Islam yang memiliki cita-cita membangun masyarakat muslim dan mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi Sholallohu ‘alaihi Wasalam ialah adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam.Adab-adab itu banyak jumlahnya, ada adab-adab yang diterima seorang muslim dirumah dan sekolahnya melalui suri tauladan yang baik. Akan tetapi sekarang ini kita hidup di zaman mana suri tauladan yang baik sulit ditemukan. Kini, sebagian besar rumah tangga muslim tidak memilikinya dan menggantinya dengan adab-adab Barat dan nilai-nilai yang diimpor dari peradaban Barat yang kafir.
Hal itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji, seperti televisi yang merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab yang diajarkan Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, membunuh rasa cemburu suami, menghilangkan rasa malu wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak banyak berbeda dengan masyarakat Barat yang kafir.
Oleh karena itu, para praktisi pendidikan harus memperhatikan upaya-upaya untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-adab Islam, lalu menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya. Mudah-mudahan AllohTa’ala berkenan memberkahi usaha-usaha tersebut dan menyelamatkan anak-anak muslim dari terjangan banjir maksiat dan syahwat, dan segala macam upaya untuk memalingkan dari Alloh Ta’ala.[13]
6.      Pendidikan Jasmani

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “salah satu sarana pendidikan yang paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-individu  dalam masyarakat secara fisik dan menjaga kesehatan mereka adalah mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan-latihan ketangkasan dan olahraga setiap ada waktu dan kesempatan.
Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya yang toleran dan ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan antara keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan antara tuntunan ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas yang sama
Dan ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan perhatian yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan dan pembentukan fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi waktu-waktu luangnya dengan segala macam kegiatan yang menyehatkan badannya, menguatkan organ-organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran dan kebugaran keseluruh tubuhnya.
Hal itu disebabkan oleh 3 hal:
a.         Banyaknya waktu luang yang dimilikinya.
b.        Untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
c.         Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan kegiaatan-kegiatan jihad.[14]



[1]Iwan Prayitno. 2003.  Kepibadian Da’i: Bahan Panduan bagi Da’I dan Murobbi.(Bekasi: Pustaka tarbiyatuna), h. 385
[2] Ali Abdul Hamid Mahmud,  2004,  Akhlak Mulia, (Jakarta : Gema Insani Press), h, 159
[4] Ummu ihsan choiriyah & abu ihsan al-atsary, Mencetak Generasi Rabbani! Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi(Darul Ilmi), h. 229
[5] Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, (Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), h. 342
[6] Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Surabaya: Pustaka eLBA, 2011), h. 116
[7] Ahmad Farid,...., h. 120
[8] Ahmad Farid,...., h. 125
[9] Ahmad Farid,...., h. 138
[10] Ahmad Farid,...., h. 170
[11] Ahmad Farid,...., h. 202
[12] Ahmad Farid,...., h. 237
[13] Ahmad Farid,...., h. 263
[14] Khalid Bin Hamid al-Hazimi, Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Madinah Munawwaroh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1420 H/2000 M), h.342

No comments:

Post a Comment