Tujuan Aswaja Terhadap Pendidikan
Tujuan
aswaja sebenarnya adalah mengarahkan kepada pembentukkan generasi baru
(generasi yang beriman dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam
yang benar) yang mengikuti sunnah Nabi
Muhammad SAW, dimana generasi baru itu bekerja untuk memformat umat ini
dengan format Islam dalam semua aspek kehidupan. Oleh karena itu,
sarana yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut terbatas pada perubahan
terbatas pada perubahan tradisi pada umumnya dan pembinaan para pendukung
dakwah agar komitmen dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga mereka menjadi
teladan bagi orang lain dalam berpegang teguh kepada-Nya, memelihara dan tunduk
kepada hukum-hukum-Nya.[1]
Serta
agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dalam jalan yang
lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Inilah
yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.[2]
Pendidikan Berbasis Aswaja
Mata pelajaran muatan
lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah yang
membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya.
Dengan demikian
di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan,
pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penanganan secara profesional muatan lokal
merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan ( stakeholders) yaitu sekolah dan
komite sekolah. Muatan lokal terdiri dari beberapa macam, namun salah satunya
adalah Ke-Nu-An / Aswaja.
Pengurus
Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) telah
menyelesaikan penyelerasan Kurikulum Aswaja dan ke-NU-an sesuai dengan
karakteristik Kurikulum 2013 (K-13). Kegiatan ini sendiri dilaksanakan pada
tanggal 13-15 Agustus 2014 di Bogor. Hadir dalam kegiatan perwakilan dari
Pengurus Wilayah LP Ma’arif NU Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI
Jakarta, dan Lampung.
Penyelarasan
kurikulum Aswaja ini dinilai sangat penting, disamping untuk mewujudkan proses
pembelajaran yang lebih baik, juga diharapkan akan mendorong Kemenag RI untuk
memberikan pengakua secara tertulis bahwa Aswaja sebagai muatan lokal yang
diajarkan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Sebagaimana
yang disampaikan oleh Sekretaris Pengurus Pusat LP Ma’arif NU, Zamzami, S.Ag.,
M.Si, “Nanti kita akan dorong Kemenag RI untuk memberikan pengakuan secara
tertulis Kurikulum Aswaja dan ke-NU-an ini sebagai muatan lokal di lingkungan
Nahdlatul Ulama,”.
Pada
tahun ajaran ini, lanjut Zamzami, Kurikulum Aswaja dan ke-NU-an sudah bisa
diterapkan di seluruh madrasah dan sekolah LP Ma’arif NU yang berjumlah kurang
lebih 13 ribu unit. “Pendidikan Aswaja kami harapkan akan berjalan semakin
masif kedepannya.[3]
Sekolah/madrasah
memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, sebab di madrasah-lah seorang
anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Madrasah merupakan tempat kedua
setelah rumah, sebagaimana di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari
berbagai latar belakang lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai
macam pemikiran, adat kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan
mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.[4]
Yang
merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah madrasah
adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah Azza Wa
Jala, juga meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya
serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang
pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan baik itu dari segi akidah,
ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya dengan pendidikan yang benar baik
dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi
dengan implementasi yang nyata.
Madrasah
juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di dalamnya,
seperti: mu’alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan belajar,
serta idaroh madrasah.[5]
Macam-
macam pendidikan
antara lain:
1.
Pendidikan Akidah
Pendidikan
pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim ialah pendidikan akidah yang
benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut oleh generasi salaf umat
ini. Sebab Allah Ta’ala telah
menjadikan akidah para sahabat sebagai standar akidah yang benar. Allah Ta’ala berfirman
yang artinya:
“Maka
jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh
mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka
berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari
mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.[6]
Ibn
Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara pertama
yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di tengah jalan, dan
pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah kepada Allah ta’ala.[7]
Jadi, setiap pendidik
hendaknya tidak pernah membiarkan setiap kesempatan berlalu tanpa membekali
para anak didik dengan bukti-bukti yang menunjukkan kepada Alloh Ta’ala,
bimbingan-bimbingan yang bisa memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan yang
bisa memperkuat aspek akidah. Teknik pemanfa’atan kesempatan untuk memberikan
nasihat-nasihat keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang pendidik
pertama (Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam). Beliau selalu berusaha mengarahkan para peserta
didik untuk mengangkat dan memperkuat keimanan dan keyakinan yang ada di dalam
hati mereka.[8]
2.
Pendidikan Pemikiran
Yang
dimaksud pendidikan pemikiran di sisni ialah mendidik generasi muda Islam
dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham yang benar di dalam jiwa
mereka, dan mengingatkan mereka agar waspada terhadap paham-paham yang salah.
Sistem
pendidikan pemikiran ini yang benar ini diharapkan akan membuahkan
pemuda-pemuda yang terdidik dengan pola pikir Salaf dan mengikuti
cara Salaf dalam memahami al-Qur’an dan Hadits.
Disamping
itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap pemikiran-pemikiran salah yang ada
di dunia Islam dan paham-paham yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh
generasi Salaf.[9]
Abdullah
Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus mengajarkan kepada para pembelajar
semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini:
a.
Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana
saja dan kapan saja.
b.
Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam
mengamalkan hukum-hukum Alloh akan meraih kejayaan.
c.
Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang
dirumuskan oleh musuh-musuh Islam.
d.
Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama kurun waktu
tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi dunia.
e.
Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita
memasuki panggung sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita
memasuki panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan ‘Umar.[10]
3.
Pendidikan Iman.
Yang
dimaksud pendidikan iman ialah upaya untuk menambah iman kepada Allah Ta’ala dan
hari akhir, memperdalam makna iman, dan meningkatkan kualitas hati sampai pada
level dia dapat merasakan manisnya iman, mencintai keta’atan kepada
Alloh Ta’ala dan menjauhi kenakalan dan kemaksiatan.[11]
4.
Pendidikan Akhlak
Menurut
Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang mendorong manusia
melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini terbagi menjadi
2 macam:
a.
Kondisi alami yang berasal dari watak dasar
seseorang.
b.
Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan
latihan. Kondisi ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran,
tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga
menjadi tabi’at dan perangai.
Kondisi
yang kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan akhlak. Maksudnya mendidik
generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah,
istiqomah, itsar dan lain-lain.[12]
5.
Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi Sholallohu
‘alaihi Wasalam
Salah
saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada generasi muda Islam yang
memiliki cita-cita membangun masyarakat muslim dan mengembalikan khilafah
Islamiyah menurut cara Nabi Sholallohu ‘alaihi Wasalam ialah
adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam.Adab-adab itu
banyak jumlahnya, ada adab-adab yang diterima seorang muslim dirumah dan
sekolahnya melalui suri tauladan yang baik. Akan tetapi sekarang ini kita hidup
di zaman mana suri tauladan yang baik sulit ditemukan. Kini, sebagian besar
rumah tangga muslim tidak memilikinya dan menggantinya dengan adab-adab Barat
dan nilai-nilai yang diimpor dari peradaban Barat yang kafir.
Hal
itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji, seperti
televisi yang merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab
yang diajarkan Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, membunuh rasa cemburu
suami, menghilangkan rasa malu wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak
banyak berbeda dengan masyarakat Barat yang kafir.
Oleh
karena itu, para praktisi pendidikan harus memperhatikan upaya-upaya
untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-adab Islam, lalu menyiarkan,
menyebarluaskan dan mengajarkannya. Mudah-mudahan AllohTa’ala berkenan
memberkahi usaha-usaha tersebut dan menyelamatkan anak-anak muslim dari
terjangan banjir maksiat dan syahwat, dan segala macam upaya untuk memalingkan
dari Alloh Ta’ala.[13]
6.
Pendidikan Jasmani
Abdullah
Nasih Ulwan mengatakan: “salah satu sarana pendidikan yang paling efektif yang
ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-individu dalam masyarakat
secara fisik dan menjaga kesehatan mereka adalah mengisi waktu luang mereka
dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan-latihan ketangkasan dan olahraga setiap
ada waktu dan kesempatan.
Hal
itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya yang toleran dan
ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan antara keseriusan dan kesantaian,
atau dengan kata lain memadukan antara tuntunan ruhani dan kebutuhan jasmani.
Islam memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan
mental dengan intensitas yang sama
Dan
ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan perhatian yang besar
dalam aspek pendidikan kesehatan dan pembentukan fisiknya. Bahkan baginya lebih
diutamakan mengisi waktu-waktu luangnya dengan segala macam kegiatan yang
menyehatkan badannya, menguatkan organ-organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran
dan kebugaran keseluruh tubuhnya.
Hal
itu disebabkan oleh 3 hal:
a.
Banyaknya waktu luang yang dimilikinya.
b.
Untuk melindunginya dari serangan berbagai
macam penyakit.
c.
Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan
olahraga dan kegiaatan-kegiatan jihad.[14]
[1]Iwan Prayitno. 2003. Kepibadian
Da’i: Bahan Panduan bagi Da’I dan Murobbi.(Bekasi: Pustaka tarbiyatuna), h. 385
[4] Ummu ihsan choiriyah & abu ihsan
al-atsary, Mencetak Generasi Rabbani! Mendidik Buah Hati Menggapai
Ridha Ilahi, (Darul Ilmi), h. 229
[5] Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, (Madinah
Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), h. 342
[6] Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Surabaya: Pustaka eLBA, 2011), h. 116
[14] Khalid Bin Hamid al-Hazimi, Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Madinah
Munawwaroh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1420 H/2000 M), h.342
No comments:
Post a Comment