BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan
dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung
kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau
kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain
pemimpin dakwah adalah orang yang menggerakkan orang lain yang ada di
sekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan dakwah. Seorang
pemimpin dakwah harus harus berusaha mengembangkan motif-motif dalam diri
sasaran dakwah serta mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan dakwah.
Seorang pemimpin dakwah harus memiliki sifat-sifat dan cirri-ciri dinamis yang
dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang kea rah satu tujuan sehingga
terciptalah suatu dinamika di kalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan.
Selain cirri-ciri pemimpin secara umum islam menggariskan cirri pemimpin yang
paling esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.
Kepengikutan dan
kepemimpinan adalah terpisah namun memiliki hubungan timbal balik.
tanpa pengikut, seseorang tidak bisa menjadi pemimpin; sebaliknya, seseorang
tidak bisa menjadi pengikut tanpa pemimpin (lyons, 2002).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian kepemimpinan?
2.
Bagaimanakah
ciri-ciri seorang pemimpin?
3.
Apa saja
pendekatan-pendekatan dalam kepemimpinan?
4.
Apa saja
sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin dalam dakwah?
5.
Apa saja
kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin dalam dakwah
6.
Bagaimanakah
karakteristik pemimpin dakwah?
7.
Apakah
pengertian kepengikutan?
8.
Apa saja
macam-macam kepengikutan?
9.
Apakah sebab-sebab yang
membuat seseorang mengikuti orang lain secara psikologis?
10. Bagaimanakah cara untuk
menjadi pengikut yang lebih baik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEPEMIMPINAN (Leadership)
1. Pengertian
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu
proses ketika seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol pikiran,
perasaan, atau tingkah laku orang lain.[1]
Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari
beberapa pendapat berikut:
a.
Menurut Prof.
Dr. Mr. Prajudi Atmosudirjo kepemimpinan adalah kepribadian seseorang yang
menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya.
b.
Menurut Haiman,
kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi
pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
c.
Menurut Edwin A. Locke, kepemimpinan adalah proses menbujuk
orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.
d.
Menurut John Pfifner, kepemimpinan adalah seni untuk
mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan behwa
seseorang dapat disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat mempengaruhi
pikiran, perasaan, dan prilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.[2]
Sedangkan kepemimpin menurut Islam
memiliki prinsip-prinsip:
a. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan aqidah yang
konsisten.
b. Seorang pemimpin harus mampu menjabarkan dan menyatakan
gagasannya dalam realitas melalui bentuk amal saleh.
c. Seorang pemimpin adalah dia yang gandrung atau cinta akan
kebenaran serta memiliki kekuatan serta daya nalar yang dinamis.
d. Seorang pemimpin memiliki kesabaran yang tinggi (emotinal
stability), sehingga tidak mudah terjebak dalam situasi yang merugikan dirinya
maupun kelompoknya.[3]
2. Ciri-Ciri seorang pemimpin
Pada umumnya pemimpin mempunyai peranan
yang aktif dalam segala macam masalah yang berhubungan dengan
kebutuhan-kebutuhan anggota kelompoknya. Seorang pemimpin harus mengusahakan
supaya kelompok yang dipimpinnya dapat merealisasikan tujuan kelompok dalam
kerja sama yang produktif, karena walau anggota kelompok mempunyai yang sama
mereka sering memiliki pandangan yang berbeda mengenai pandangan kelompok dan
tugas masing-masing. Maka seorang pemimpin harus mengintegrasikan pandangan
anggota kelompok yang menyeluruh mengenai situasi dalam kelompok dan luar
kelompok. Pandangan tersebut hendaknya dapat diterima oleh semua anggota
kelompok yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Robert B. Myers melakukan studi tentang hal yang
sama dengan Ralph M. Stogdill dengan menghasilkan kesimpulan yaitu:
a. Sifat-sifat
jasmaniyah manusia tidak ada hubungannya dengan leadership.
b. Walaupun pemimpin cenderung untuk lebih tinggi dalam
kecerdasan dari pada orang yang dipimpinnya, akan tetapi tidak ada hubungan
yang berarti antara kelebihan kecerdasan tersebut dengan soal kepemimpinan itu.
c. Pengetahuan yang dimanfaatkan untuk memecahkan problem
yang dihadapi kelompok yang dipimpin merupakan bantuan yang sangat berarti pada
status kepemimpinan.
d. Ciri dan watak yang mempunyai korelasi dengan
kepemimpinan adalah kemampuan melihat problem yang dihadapi, inisiatif, kerja
sama, ambisi, ketekunan, emosi yang stabil, popularitas, dan kemampuan
berkomunikasi.
Kaum dinamika kelompok berpendapat, bahwa terdapat ciri-ciri
yang harus dimiliki pemimpin secara umum:
a.
Persepsi sosial
(social perception).
Yang dimaksud
dengan persepsi sosial adalah kecakapan untuk cepat melihat dan memahami
perasaan, sikap, kebutuhan anggota kelompok. Persepsi sosial diperlukan untuk
melaksanakan tugas pemimpin sebagai penyambung lidah anggota kelompoknya dan
memberikan patokan yang menyeluruh tentang keadaan di dalam maupun di luar
kelompok.
b.
Kemapuan
berpikir abstrak (ability in abstract thinking).
Kemampuan
berpikir abstrak diperlukan dalam menafsirkan kecenderungan kegiatan di dalam
kelompok dan keadaan di luar kelompok dalam hubungannya dengan realisasi
tujuan-tujuan kelompok. Untuk itu diperlukan ketajaman penglihatan dan
kemampuan analitis yang didampingi oleh kemampuan mengabstraki dan
mengintregasikan fakta-fakta interaksi sosial di dalam maupun di luar kelompok.
Kemampuan tersebut memrlukan adanya taraf inteligensia yang tinggi pada seorang
pemimpin.
c.
Kesetabilan
emosi (emotional stability).
Pada dasarnya
harus terdapat suatu kematangan emosional yang berdasarkan pada kesadaran yang
mendalam tentang kebutuhan, keinginan, cita-cita sereta pengintegrasian semua itu
ke dalam kepribadian yang bulat dan harmonis. Kematangan emosi diperlukan untuk
dapat merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok secara nyata dan untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang lain secara wajar.
3.
Pendekatan-pendekatan
Dalam Kepmimpinan
Selain melakukan penelitian melalui
pendekatan sifat dan ciri kepribadian, para ahli juga mengadakan penelitian
melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a.
Pendekatan dari
sudut pembawaan
atau dalam teori genetis.
Berdasarkan
pendekatan di atas, Gordon Lippit mengemukakan sebagai berikut, “pemimpin itu
adalah orang besar yang dilahirkan dan pembuat sejarah”. Dengan kata lain,
kepemimpinan tidak bisa dibentuk melalui pendidikan dan latihan karena
merupakan sifat dan watak bawaan.
b.
Pendekatan
berdasarkan pada keadaan
atau dalam teori sosial.
Pendekatan ini
menggunakan hipotesis bahwa tingkah laku seorang pemimpin dalam suatu keadaan
akan berbeda bila ia berada dalam keadaan lain. Melalui pendekatan ini dapat
dapat disimpulkan bahwa diperlukan flesibelitas dalam memilih pemimpin demikian
juga kepekaannya dan pendidikannya.
c.
Pendekatan
berdasarkan peranan fungsional
atau dalam teori ekologi.
Pendekatan ini
menyatakan bahwa kepemimpinan itu terjadi bila berbagai macam tugas pekerjaan
dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik, serta fungsi atau tugas tersebut
dapat pula dilaksanakan oleh si terpimpin dengan jalan kerja sama.
d.
Pendekatan berdasarkan
gaya kepemimpinan.
Menurut
pendekatan ini, kepemimpinan dapat dibedakan menjadi:
1)
Gaya
authoritarian.
Pemimpin
menentukan segala kegiatan kelompok secara otoriter. Dialah yang memastikan apa
yang dilakukan kelompok, anggota kelompok tidak diajak untuk turut menentukan
langkah atau perencanaan kegiatan kelompok. Sikap pemimpin otoriter tidak
berinteraksi denngan anggota kelompoknya. Ia hanya saling berhubungan ketika
memberikan instruksi mengenai langkah kegiatan yang akan dilakukan kelompok.
2)
Gaya
demokratis.
Pemimpin dalam
gaya demokratis mengajak anggota kelompok nuntuk menentukan bersama tujuan
kelompok serta perencanaan dengan musyawarah dan mufakat. Pemimpin memberikan
saran, penghargaan, dan kritik secara objektif dan positif. Dengan demikian,
pemimpinan ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
3)
Gaya bebas.
Pemimpin
menjalankan peranan yang pasif, ia menyerahkan segla penentuan utjuan dan
kegiatan kelompok kepada anggota kelompok. Ia tidak mengambil inisiatif apapun
dalam kegiatan kelompok, berada di tengah-tengah kelompok tapi tidak
berinteraksi dengan mereka.[4]
Sebagai seorang pemimpin, da’i setidaknya
minimal harus memiliki tiga ciri-ciri yang harus dimilikinya, yaitu:
a. Memiliki kecakapan minimal yang diperlukan untuk tekhnis
kepemimpinan khasnya.
b. Memiliki yang secara umum (kecakapan itu) dimiliki orang
lain yang bukan pemimpin.
c. Memiliki kecapan sampai pada tingkatan tertentu dalam
hal-hal yang berhubungan dengan bidang kepemimpinannya.[5]
4. Sifat-sifat
Kepemimpinan Dakwah
Sebagai
pemimpin dakwah harus mempunyai sifat-sifat mulia dalam melaksanakan dakwahnya,
sebagaimana Fungsi kenabian dan kerasulan yang diemban Muhammad SAW menuntutnya
untuk memiliki sifat-sifat yang mulia agar apa yang disampaikannya dapat
diterima dan diikuti oleh umat manusia. Ada banyak sifat-sifat mulia yang seharusnya
dimiliki seorang “pemimpin
dakwah”. Antara lain:
1.
Disiplin Wahyu
Seorang Rasul pada dasarnya adalah pembawa pesan Ilahiyah
untuk disampaikan kepada umatnya. Oleh karena itu tugasnya hanya menyampaikan firman-firman
Tuhan. Ia tidak mempunyai otoritas untuk membuat-buat aturan keagamaan tanpa
bimbingan wahyu, tidak juga menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan
kepadanya oleh Allah SWT.
2.
Memberikan Teladan
Sebagai seorang pemimpin keagamaan, seorang pemimpin dakwah
harus memberikan teladan yang baik kepada umatnya, khususnya dalam melaksanakan
ritual-ritual keagamaan dan melaksanakan code of conduct kehidupan
sosial masyarakat.
3.
Komunikasi yang Efektif
Dakwah adalah proses mengkomunikasikan pesan-pesan Ilahiyah
kepada orang lain. Agar pesan itu dapat disampaikan dan dipahami dengan baik,
maka diperlukan adanya penguasaan terhadap teknik berkomunikasi yang efektif. Muhammad SAW merupakan seorang
komunikator yang efektif. Hal ini ditandai oleh dapat diserapnya ucapan,
perbuatan, dan persetujuan beliau oleh para sahabat yang kemudian ditransmisikan
secara turun temurun.
4.
Dekat dengan Umatnya
Rasulullah SAW adalah seorang penyeru yang sangat dekat
dengan umatnya. Beliau sering mengunjungi sahabat-sahabatnya, bermain dengan
anak-anak mereka.
Beliau turun langsung melihat realitas kehidupan pengikutnya dan orang-orang
yang belum beriman dengannya. Beliau tidak sekedar ceramah dari satu masjid ke
masjid lain tetapi menyentuh langsung hati umatnya di tempat mereka berada.
5.
Pengkaderan dan Pendelegasian Wewenang
Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT tidak mengangkat ilmu
dengan mencabut ilmu itu dari manusia. Melainkan Allah SWT mencabut ilmu
melalui wafatnya para ulama.” (HR Bukhari Muslim). Secara tidak langsung
hadits ini mengisyaratkan kesadaran beliau tentang perlunya menciptakan
kader-kader yang beliau isi dengan ilmu pengetahuan keagamaan yang akan
meneruskan dakwah beliau. Pengkaderan ini beliau lakukan terhadap beberapa
orang sahabat yang beliau didik dalam ilmu keagamaan.[6]
5. Kemampuan
Pemimpin Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus memiliki beberapa kemampuan
atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara
umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam 3 (tiga) hal,
yaitu:
a.
Technical Skill
Ini adalah
segala hal yang berkaitan dengan informasi dan kemampuan khusus tentang
pekerjaannya. Seperti pengetahuannya dengan sifat tugasnya,
tuntutan-tuntutannya, tanggung jawabnya, dan juga kewajiban-kewajibannya. Dalam
hal ini dia harus berusaha untuk belajar dan menguasai informasi-informasi skill
yang harus dikuasai dalam pekerjaannya.
b.
Human skill
Segala hal
yang berkaitan dengan prilakunya sebagai individu dan hubungannya dengan orang
lain dan juga cara berinteraksi dengan mereka. Termasuk disini adalah
perilakunya dalam hubungan dengan kepemimpinan dan interaksinya dengan kelompok
yang berbeda.
c.
Conceptual Skill
Kemampuan
untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai, dan kemudian
mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi serta
menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai
organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meaih tujuan yang telah
ditentukan.[7]
6. Karakteristik Kepemimpinan
Dakwah yang Baik
Setiap pemimpin dakwah dalam proses aktivitas
dakwah, harus senantiasa membangun dirinya agar memiliki karakter pemimpin yang
baik. Beberapa karakter pemimpin yang baik di antaranya adalah:
a.
Tidak bergaya
instruksional.
Pemimpin yang sesungguhnya bukan sekedar mengumpulkan
massa, lalu memaksa melakukan ini dan itu dengan gaya instruksi. Hal
seperti ini hanya bisa dilakukan di kantor, yang dilakukan oleh atasan kepada
para karyawannya yang digaji. Kepemimpinan dalam dakwah dan kepemimpinan
di tengah masyarakat bersifat sosial. Jadi, kepemimpinan bergaya
instruksional dan diktator, yang hanya mengandalkan controling dan monitoring
tidak akan berhasil.[8]
b.
Pendekatan ide
kepemimpinan berpikir.
Pemimpin yang baik harus melakukan pendekatan yang benar
terhadap sekelilingnya. Dia harus berbaur dan menyatu dengan orang-orang yang
dipimpinnya, bukannya mengambil jarak dan menjadi mercusuar bagi sekelilingnya.
Kepemimpinan dakwah harus menggunakan pendekatan ide, karena kepemimpinan
dakwah adalah kepemimpinan berpikir. Aktivis dakwah harus dapat menggerakkan
orang-orang di sekitarnya. Jadi, pemimpin yang baik harus bisa menjadi
inspirator dan motivator, bukan diktator.
c.
Selalu
berprasangka baik.
Aktivis dakwah tidak boleh diliputi prasangka buruk (su’uzhan),
tetapi selalu diwarnai prasangka baik (hushnuzhan). Jadi, pemimpin
jangan hanya melihat kesalahan atau kelemahan dari orang-orang di
sekelilingnya, tetapi harus bisa menunjukkan kebaikan mereka sehingga mereka
selalu berpikir optimis dan selanjutnya akan menimbulkan rasa percaya diri
untuk bisa meraih kesuksesan.[9]
d.
Permudahlah,
jangan mempersulit.
Buatlah segala sesuatu menjadi mudah, dan jangan
dipersulit. Rasulullah SAW. ketika menyeru kepada manusia tidak pernah memaksa,
tetapi selalu mengingatkan pada janji-janji Allah. Pada saat Perang Khandaq,
ketika Beliau meminta-minta berulang-ulang kepada para Sahabat agar ada yang
memata-matai musuh untuk mencari informasi, dan tidak ada yang merespon, Beliau
tidak mencela para Sahabat, tetapi mengingatkan dan terus mengingatkan bahwa
Allah akan memberikan kebaikan kepada kita kalau kita melakukan perintah-Nya.
Akhirnya Beliau mengutus Huzaifah untuk tugas spionase tersebut.
e.
Memahami realitas manusia sebagai manusia.
Semua manusia punya kelemahan. Pemimpin harus
selalu menasehati, jangan pernah bosan. Abdurrahman bin Rawahah
sebagai komandan perang tidak pernah mengatakan kepada pasukannya, “Kalian kan
para Sahabat, kok takut berperang.” Namun, beliau
mengingatkan, “Kita berjuang dengan kekuatan iman kepada Allah dan bukan dengan
kekuatan jumlah atau fisik.” Jadi, pemimpin yang baik harus memiliki pengertian
terhadap orang yang dipimpinnya, lalu memotivasi dengan mengingatkan tentang
ketaatan kepada Allah.
f.
Memberikan
kenyamanan kepada yang dipimpin.
Pemimpin yang baik, ketika berada dimanapun dia disukai,
dicintai, bahkan ditunggu-tunggu sebagai tempat curhat, mencari solusi; bukan
sebaliknya, menimbulkan ketakutan. Ia memiliki kemampuan empati kepada orang
lain dan mau mendengarkan masukan-masukan dari yang dipimpinnya. Ia pun
berusaha mencari tahu kesalahannya sebagai pemimpin dari orang lain. Ketika ada
kesalahan, justru mengingatkan bahwa kita masih memiliki banyak
kebaikan-kebaikan lain sehingga setiap kesalahan pasti ada jalan keluarnya, dan
memberikan keyakinan bahwa kita pasti bisa.[10]
g.
Kondisikan
selalu hubungan sebuah tim.
Tujuan dakwah yang agung, yaitu melanjutkan kembali
kehidupan Islam, memerlukan sebuah kerjasama tim yang solid. Oleh karena
itu, setiap pemimpin perlu mengkondisikan hubungan tim dalam dakwahnya.
Diperlukan upaya pemetaan terhadap potensi dan kondisi yang ada pada setiap
individu dan di sekitarnya, kemudian merencanakan bersama apa yang bisa
dilakukan dengan potensi dan kondisi yang ada. Selayaknya sebuah tim,
kekurangan dari yang satu akan ditutupi oleh kelebihan dari yang lain.[11]
B.
Kepengikutan (followership)
1.
Pengertian
Kepengikutan
adalah suatu sikap atau kecendrungan seseorang untuk mengikuti orang lain.
Kepengikutan bukan peran yang pasif. sebaliknya, para
pengikut yang paling berharga adalah seorang yang terampil, karyawan yang
mandiri, orang yang berpartisipasi aktif dalam menetapkan arah kelompok,
menginvestasikan waktu dan tenaganya dalam kerja kelompok, berpikir kritis, dan
pendukung bagi ide-ide baru (Grossman & Valiga, 2000).
2.
Macam-macam kepengikutan (Followership)
Ada beberapa macam-macam
dalam kepengikutan, diantaranya:
a.
Kepengikutan karena naluri, misalnya anak
mengikuti orang tuanya, masyarakat suku terasing mengikuti pemimpin
kharismatik.
b.
Kepengikutan karena tradisi atau adat
kebiasaan, misalnya masyarakat pedesaan sangat berpegang kepada adat istiadat
yang diwarisi turun temurun
c.
Kepengikutan karena agama, misalnya, mengikuti karena mentaati ajaran
agama.
d.
Kepengikutan karena rasio, misalnya, orang terpelajar mengikuti pemimpin
yang dapat meyakinkan orang melalui pikiran rasional.
e.
Kepengikutan karena peraturan atau hukum, misalnya, dikalangan masyarakat
modern dimana hubungan antar manusia telah diatur dalam peraturan
dan hukum yang berlaku.
3.
Sebab-sebab yang membuat seseorang mengikuti orang
lain secara psikologis:
Adapun beberapa sebab-sebab seseorang itu mengikuti orang lain atau
pemimpin secara psikologisnya, diantaranya:
a.
Adanya dorongan mengikuti pemimpin.
b.
Adanya sifat-sifat khusus pada pemimpin, yaitu
sifat-sifat dan ciri kepemimpinan yang mampu mempengaruhi jiwa orang lain
sehingga tertarik kepadanya.
c.
Adanya kemampuan pemimpin untuk menggunakan
teknik dan metode kepemimpinan.[12]
4. Cara menjadi pengikut yang lebih baik.
Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menjadi pengikut yang lebih baik:
a.
Jika Anda menemukan masalah, beritahukan kepada pemimpin kelompok atau manajer langsung, bahkan
lebih baik, masukkan saran dalam laporan Anda untuk memecahkan masalah.
b.
Bebas menanamkan
perhatian dan tenaga
Anda dalam pekerjaan
Anda.
c.
Akan mendukung
ide-ide baru dan arah baru yang disarankan oleh orang lain.
d.
Bila Anda tidak setuju, jelaskan mengapa Anda tidak mendukung ide atau saran.
e.
Dengarkan baik-baik, dan merenungkan apa yang pemimpin atau manajerkatakan.
f.
Terus
belajar sebanyak yang Anda bisa tentang bidang khusus Anda.
g.
Berbagi apa yang telah anda pelajari (deutschmen, 2005; korn, 2004).
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa
kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok
orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.”
Dari defenisi kepemimpinan itu dapat
disimpulkan bahwa proses kepemimpinan adalah fungsi pemimpin, pengikut dan
variabel situasional lainnya, sedangkan dari definisi Kepengikutan adalah suatu
sikap atau kecendrungan seseorang untuk mengikuti orang lain.
Kepengikutan dan
kepemimpinan adalah sesuatu hal yang memiliki kedudukan terpisah, namun
memiliki hubungan timbal balik. tanpa pengikut, seseorang tidak bisa menjadi
pemimpin; sebaliknya, seseorang tidak bisa menjadi pengikut tanpa
pemimpin (lyons, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 1993. Psikologi
Dakwah, Suatu Pengantar Studi. cet. Ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.
Faizah, dan
Effendi, Lalu Muchsin.
2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Kayo, Khatib Pahlawan. 2007. Manajemen Dakwah
dari Dakwah Konvensional menuju Dakwah
Profesional. Jakarta:
Amzah.
Mubarok,
Achmad. 2002. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Muhyidin,
Asep dan Safei, Agus
Ahmad. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka
Setia.
Sulthon,
Muhammad. 2003. Desain Ilmu dakwah, Kajian Ontologis, Epistimologis dan
Aksiologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://elmisbah.wordpress.com/kepemimpinan-dakwah/. Diakses pada 29 April 2015. 09.43 WIB.
[1] Kayo, Khatib Pahlawan, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional
Menuju Dakwah Provesional. Jakarta: Amzah, 2007), hal. 59
[4] Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta:Prenada
Media, 2006), hal. 162& 165-169
[8] Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, Kajian Ontologis, Epistimologis dan
Aksiologis, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), hal.
113.
[9] Muhyidin, Asep, Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah. (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 39.
[12] Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar
Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), cet. Ke-2, hal. 90.
Terima kasih <3
ReplyDeleteSama".... matur suwun semoga bermanfaat..... maaf atas kekurangannya.....
ReplyDelete