Sunday 14 June 2015

KEPEMIMPINAN (Leadership) DAN KEPENGIKUTAN (Followership) DALAM DAKWAH





BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain pemimpin dakwah adalah orang yang menggerakkan orang lain yang ada di sekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus harus berusaha mengembangkan motif-motif dalam diri sasaran dakwah serta mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus memiliki sifat-sifat dan cirri-ciri dinamis yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang kea rah satu tujuan sehingga terciptalah suatu dinamika di kalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan. Selain cirri-ciri pemimpin secara umum islam menggariskan cirri pemimpin yang paling esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.
Kepengikutan dan kepemimpinan adalah terpisah namun memiliki hubungan timbal balik. tanpa pengikut, seseorang tidak bisa menjadi pemimpin; sebaliknya, seseorang tidak bisa menjadi pengikut tanpa pemimpin (lyons, 2002).

B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian kepemimpinan?
2.      Bagaimanakah ciri-ciri seorang pemimpin?
3.      Apa saja pendekatan-pendekatan dalam kepemimpinan?
4.      Apa saja sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin dalam dakwah?
5.      Apa saja kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin dalam dakwah
6.      Bagaimanakah karakteristik pemimpin dakwah?
7.      Apakah pengertian kepengikutan?
8.      Apa saja macam-macam kepengikutan?
9.      Apakah sebab-sebab yang membuat seseorang mengikuti orang lain secara psikologis?
10.  Bagaimanakah cara untuk menjadi pengikut yang lebih baik?






BAB II
PEMBAHASAN


A.    KEPEMIMPINAN (Leadership)
1.      Pengertian
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.[1]
Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut:
a.    Menurut Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirjo kepemimpinan adalah kepribadian seseorang yang menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya.
b.    Menurut Haiman, kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
c.    Menurut Edwin A. Locke, kepemimpinan adalah proses menbujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.
d.   Menurut John Pfifner, kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan behwa seseorang dapat disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan prilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[2]
Sedangkan kepemimpin menurut Islam memiliki prinsip-prinsip:
a.    Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan aqidah yang konsisten.
b.    Seorang pemimpin harus mampu menjabarkan dan menyatakan gagasannya dalam realitas melalui bentuk amal saleh.
c.    Seorang pemimpin adalah dia yang gandrung atau cinta akan kebenaran serta memiliki kekuatan serta daya nalar yang dinamis.
d.   Seorang pemimpin memiliki kesabaran yang tinggi (emotinal stability), sehingga tidak mudah terjebak dalam situasi yang merugikan dirinya maupun kelompoknya.[3]

2.      Ciri-Ciri seorang pemimpin
Pada umumnya pemimpin mempunyai peranan yang aktif dalam segala macam masalah yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan anggota kelompoknya. Seorang pemimpin harus mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinnya dapat merealisasikan tujuan kelompok dalam kerja sama yang produktif, karena walau anggota kelompok mempunyai yang sama mereka sering memiliki pandangan yang berbeda mengenai pandangan kelompok dan tugas masing-masing. Maka seorang pemimpin harus mengintegrasikan pandangan anggota kelompok yang menyeluruh mengenai situasi dalam kelompok dan luar kelompok. Pandangan tersebut hendaknya dapat diterima oleh semua anggota kelompok yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Robert B. Myers melakukan studi tentang hal yang sama dengan Ralph M. Stogdill dengan menghasilkan kesimpulan yaitu:      
a.       Sifat-sifat jasmaniyah manusia tidak ada hubungannya dengan leadership.
b.      Walaupun pemimpin cenderung untuk lebih tinggi dalam kecerdasan dari pada orang yang dipimpinnya, akan tetapi tidak ada hubungan yang berarti antara kelebihan kecerdasan tersebut dengan soal kepemimpinan itu.
c.       Pengetahuan yang dimanfaatkan untuk memecahkan problem yang dihadapi kelompok yang dipimpin merupakan bantuan yang sangat berarti pada status kepemimpinan.
d.      Ciri dan watak yang mempunyai korelasi dengan kepemimpinan adalah kemampuan melihat problem yang dihadapi, inisiatif, kerja sama, ambisi, ketekunan, emosi yang stabil, popularitas, dan kemampuan berkomunikasi.
Kaum dinamika kelompok berpendapat, bahwa terdapat ciri-ciri yang harus dimiliki pemimpin secara umum:
a.    Persepsi sosial (social perception).
Yang dimaksud dengan persepsi sosial adalah kecakapan untuk cepat melihat dan memahami perasaan, sikap, kebutuhan anggota kelompok. Persepsi sosial diperlukan untuk melaksanakan tugas pemimpin sebagai penyambung lidah anggota kelompoknya dan memberikan patokan yang menyeluruh tentang keadaan di dalam maupun di luar kelompok.

b.    Kemapuan berpikir abstrak (ability in abstract thinking).
Kemampuan berpikir abstrak diperlukan dalam menafsirkan kecenderungan kegiatan di dalam kelompok dan keadaan di luar kelompok dalam hubungannya dengan realisasi tujuan-tujuan kelompok. Untuk itu diperlukan ketajaman penglihatan dan kemampuan analitis yang didampingi oleh kemampuan mengabstraki dan mengintregasikan fakta-fakta interaksi sosial di dalam maupun di luar kelompok. Kemampuan tersebut memrlukan adanya taraf inteligensia yang tinggi pada seorang pemimpin.

c.    Kesetabilan emosi (emotional stability).
Pada dasarnya harus terdapat suatu kematangan emosional yang berdasarkan pada kesadaran yang mendalam tentang kebutuhan, keinginan, cita-cita sereta pengintegrasian semua itu ke dalam kepribadian yang bulat dan harmonis. Kematangan emosi diperlukan untuk dapat merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok secara nyata dan untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang lain secara wajar.

3.      Pendekatan-pendekatan Dalam Kepmimpinan
Selain melakukan penelitian melalui pendekatan sifat dan ciri kepribadian, para ahli juga mengadakan penelitian melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a.    Pendekatan dari sudut pembawaan atau dalam teori genetis.
Berdasarkan pendekatan di atas, Gordon Lippit mengemukakan sebagai berikut, “pemimpin itu adalah orang besar yang dilahirkan dan pembuat sejarah”. Dengan kata lain, kepemimpinan tidak bisa dibentuk melalui pendidikan dan latihan karena merupakan sifat dan watak bawaan.
b.     Pendekatan berdasarkan pada keadaan atau dalam teori sosial.
Pendekatan ini menggunakan hipotesis bahwa tingkah laku seorang pemimpin dalam suatu keadaan akan berbeda bila ia berada dalam keadaan lain. Melalui pendekatan ini dapat dapat disimpulkan bahwa diperlukan flesibelitas dalam memilih pemimpin demikian juga kepekaannya dan pendidikannya.
c.    Pendekatan berdasarkan peranan fungsional atau dalam teori ekologi.
Pendekatan ini menyatakan bahwa kepemimpinan itu terjadi bila berbagai macam tugas pekerjaan dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik, serta fungsi atau tugas tersebut dapat pula dilaksanakan oleh si terpimpin dengan jalan kerja sama.
d.   Pendekatan berdasarkan gaya kepemimpinan.
Menurut pendekatan ini, kepemimpinan dapat dibedakan menjadi:
1)        Gaya authoritarian.
Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara otoriter. Dialah yang memastikan apa yang dilakukan kelompok, anggota kelompok tidak diajak untuk turut menentukan langkah atau perencanaan kegiatan kelompok. Sikap pemimpin otoriter tidak berinteraksi denngan anggota kelompoknya. Ia hanya saling berhubungan ketika memberikan instruksi mengenai langkah kegiatan yang akan dilakukan kelompok.

2)        Gaya demokratis.
Pemimpin dalam gaya demokratis mengajak anggota kelompok nuntuk menentukan bersama tujuan kelompok serta perencanaan dengan musyawarah dan mufakat. Pemimpin memberikan saran, penghargaan, dan kritik secara objektif dan positif. Dengan demikian, pemimpinan ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.

3)        Gaya bebas.
Pemimpin menjalankan peranan yang pasif, ia menyerahkan segla penentuan utjuan dan kegiatan kelompok kepada anggota kelompok. Ia tidak mengambil inisiatif apapun dalam kegiatan kelompok, berada di tengah-tengah kelompok tapi tidak berinteraksi dengan mereka.[4]
Sebagai seorang pemimpin, da’i setidaknya minimal harus memiliki tiga ciri-ciri yang harus dimilikinya, yaitu:
a.    Memiliki kecakapan minimal yang diperlukan untuk tekhnis kepemimpinan khasnya.
b.    Memiliki yang secara umum (kecakapan itu) dimiliki orang lain yang bukan pemimpin.
c.    Memiliki kecapan sampai pada tingkatan tertentu dalam hal-hal yang berhubungan dengan bidang kepemimpinannya.[5]

4.      Sifat-sifat Kepemimpinan Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus mempunyai sifat-sifat mulia dalam melaksanakan dakwahnya, sebagaimana Fungsi kenabian dan kerasulan yang diemban Muhammad SAW menuntutnya untuk memiliki sifat-sifat yang mulia agar apa yang disampaikannya dapat diterima dan diikuti oleh umat manusia. Ada banyak sifat-sifat mulia yang seharusnya dimiliki seorangpemimpin dakwah. Antara lain:
1.    Disiplin Wahyu
Seorang Rasul pada dasarnya adalah pembawa pesan Ilahiyah untuk disampaikan kepada umatnya. Oleh karena itu tugasnya hanya menyampaikan firman-firman Tuhan. Ia tidak mempunyai otoritas untuk membuat-buat aturan keagamaan tanpa bimbingan wahyu, tidak juga menambah atau mengurangi apa yang telah disampaikan kepadanya oleh Allah SWT.

2.    Memberikan Teladan
Sebagai seorang pemimpin keagamaan, seorang pemimpin dakwah harus memberikan teladan yang baik kepada umatnya, khususnya dalam melaksanakan ritual-ritual keagamaan dan melaksanakan code of conduct kehidupan sosial masyarakat.

3.    Komunikasi yang Efektif
Dakwah adalah proses mengkomunikasikan pesan-pesan Ilahiyah kepada orang lain. Agar pesan itu dapat disampaikan dan dipahami dengan baik, maka diperlukan adanya penguasaan terhadap teknik berkomunikasi yang efektif. Muhammad SAW merupakan seorang komunikator yang efektif. Hal ini ditandai oleh dapat diserapnya ucapan, perbuatan, dan persetujuan beliau oleh para sahabat yang kemudian ditransmisikan secara turun temurun.

4.    Dekat dengan Umatnya
Rasulullah SAW adalah seorang penyeru yang sangat dekat dengan umatnya. Beliau sering mengunjungi sahabat-sahabatnya, bermain dengan anak-anak mereka. Beliau turun langsung melihat realitas kehidupan pengikutnya dan orang-orang yang belum beriman dengannya. Beliau tidak sekedar ceramah dari satu masjid ke masjid lain tetapi menyentuh langsung hati umatnya di tempat mereka berada.

5.    Pengkaderan dan Pendelegasian Wewenang
Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT tidak mengangkat ilmu dengan mencabut ilmu itu dari manusia. Melainkan Allah SWT mencabut ilmu melalui wafatnya para ulama.” (HR Bukhari Muslim). Secara tidak langsung hadits ini mengisyaratkan kesadaran beliau tentang perlunya menciptakan kader-kader yang beliau isi dengan ilmu pengetahuan keagamaan yang akan meneruskan dakwah beliau. Pengkaderan ini beliau lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau didik dalam ilmu keagamaan.[6]

5.      Kemampuan Pemimpin Dakwah
Sebagai pemimpin dakwah harus memiliki beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam 3 (tiga) hal, yaitu:
a.    Technical Skill
Ini adalah segala hal yang berkaitan dengan informasi dan kemampuan khusus tentang pekerjaannya. Seperti pengetahuannya dengan sifat tugasnya, tuntutan-tuntutannya, tanggung jawabnya, dan juga kewajiban-kewajibannya. Dalam hal ini dia harus berusaha untuk belajar dan menguasai informasi-informasi skill yang harus dikuasai dalam pekerjaannya.
b.    Human skill
Segala hal yang berkaitan dengan prilakunya sebagai individu dan hubungannya dengan orang lain dan juga cara berinteraksi dengan mereka. Termasuk disini adalah perilakunya dalam hubungan dengan kepemimpinan dan interaksinya dengan kelompok yang berbeda.

c.    Conceptual Skill
Kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meaih tujuan yang telah ditentukan.[7]

6.      Karakteristik Kepemimpinan Dakwah yang Baik
Setiap pemimpin dakwah dalam proses aktivitas dakwah, harus senantiasa membangun dirinya agar memiliki karakter pemimpin yang baik. Beberapa karakter pemimpin yang baik di antaranya adalah:

a.    Tidak bergaya instruksional.
Pemimpin yang sesungguhnya bukan sekedar mengumpulkan massa, lalu memaksa melakukan ini dan itu dengan gaya instruksi.  Hal seperti ini hanya bisa dilakukan di kantor, yang dilakukan oleh atasan kepada para karyawannya yang digaji.  Kepemimpinan dalam dakwah dan kepemimpinan di tengah masyarakat bersifat sosial.  Jadi, kepemimpinan bergaya instruksional dan diktator, yang hanya mengandalkan controling dan monitoring tidak akan berhasil.[8]

b.   Pendekatan ide kepemimpinan berpikir.
Pemimpin yang baik harus melakukan pendekatan yang benar terhadap sekelilingnya. Dia harus berbaur dan menyatu dengan orang-orang yang dipimpinnya, bukannya mengambil jarak dan menjadi mercusuar bagi sekelilingnya. Kepemimpinan dakwah harus menggunakan pendekatan ide, karena kepemimpinan dakwah adalah kepemimpinan berpikir.  Aktivis dakwah harus dapat menggerakkan orang-orang di sekitarnya.  Jadi, pemimpin yang baik harus bisa menjadi inspirator dan motivator, bukan diktator.

c.    Selalu berprasangka baik.
Aktivis dakwah tidak boleh diliputi prasangka buruk (su’uzhan), tetapi selalu diwarnai prasangka baik (hushnuzhan). Jadi, pemimpin jangan hanya melihat kesalahan atau kelemahan dari orang-orang di sekelilingnya, tetapi harus bisa menunjukkan kebaikan mereka sehingga mereka selalu berpikir optimis dan selanjutnya akan menimbulkan rasa percaya diri untuk bisa meraih kesuksesan.[9]

d.   Permudahlah, jangan mempersulit.
Buatlah segala sesuatu menjadi mudah, dan jangan dipersulit. Rasulullah SAW. ketika menyeru kepada manusia tidak pernah memaksa, tetapi selalu mengingatkan pada janji-janji Allah.  Pada saat Perang Khandaq, ketika Beliau meminta-minta berulang-ulang kepada para Sahabat agar ada yang memata-matai musuh untuk mencari informasi, dan tidak ada yang merespon, Beliau tidak mencela para Sahabat, tetapi mengingatkan dan terus mengingatkan bahwa Allah akan memberikan kebaikan kepada kita kalau kita melakukan perintah-Nya. Akhirnya Beliau mengutus Huzaifah untuk tugas spionase tersebut.

e.    Memahami realitas manusia sebagai manusia.
Semua manusia punya kelemahan.  Pemimpin harus selalu menasehati, jangan pernah bosan. Abdurrahman bin Rawahah sebagai komandan perang tidak pernah mengatakan kepada pasukannya, “Kalian kan para Sahabat, kok takut berperang.”  Namun,  beliau mengingatkan, “Kita berjuang dengan kekuatan iman kepada Allah dan bukan dengan kekuatan jumlah atau fisik.” Jadi, pemimpin yang baik harus memiliki pengertian terhadap orang yang dipimpinnya, lalu memotivasi dengan mengingatkan tentang ketaatan kepada Allah.

f.     Memberikan kenyamanan kepada yang dipimpin.
Pemimpin yang baik, ketika berada dimanapun dia disukai, dicintai, bahkan ditunggu-tunggu sebagai tempat curhat, mencari solusi; bukan sebaliknya, menimbulkan ketakutan. Ia memiliki kemampuan empati kepada orang lain dan mau mendengarkan masukan-masukan dari yang dipimpinnya. Ia pun berusaha mencari tahu kesalahannya sebagai pemimpin dari orang lain. Ketika ada kesalahan, justru mengingatkan bahwa kita masih memiliki banyak kebaikan-kebaikan lain sehingga setiap kesalahan pasti ada jalan keluarnya, dan memberikan keyakinan bahwa kita pasti bisa.[10]

g.    Kondisikan selalu hubungan sebuah tim.
Tujuan dakwah yang agung, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam, memerlukan sebuah kerjasama tim yang solid.  Oleh karena itu, setiap pemimpin perlu mengkondisikan hubungan tim dalam dakwahnya. Diperlukan upaya pemetaan terhadap potensi dan kondisi yang ada pada setiap individu dan di sekitarnya, kemudian merencanakan bersama apa yang bisa dilakukan dengan potensi dan kondisi yang ada. Selayaknya sebuah tim, kekurangan dari yang satu akan ditutupi oleh kelebihan dari yang lain.[11]

B.     Kepengikutan (followership)
1.    Pengertian
Kepengikutan adalah suatu sikap atau kecendrungan seseorang untuk mengikuti orang lain.
Kepengikutan bukan peran yang pasif. sebaliknya, para pengikut yang paling berharga adalah seorang yang terampil, karyawan yang mandiri, orang yang berpartisipasi aktif dalam menetapkan arah kelompok, menginvestasikan waktu dan tenaganya dalam kerja kelompok, berpikir kritis, dan pendukung bagi ide-ide baru (Grossman & Valiga, 2000).

2.      Macam-macam kepengikutan (Followership)
Ada beberapa macam-macam dalam kepengikutan, diantaranya:
a.    Kepengikutan karena naluri, misalnya anak mengikuti orang tuanya, masyarakat suku terasing mengikuti pemimpin kharismatik.
b.    Kepengikutan karena tradisi atau adat kebiasaan, misalnya masyarakat pedesaan sangat berpegang kepada adat istiadat yang diwarisi turun temurun
c.    Kepengikutan karena agama, misalnya, mengikuti karena mentaati ajaran agama.
d.   Kepengikutan karena rasio, misalnya, orang terpelajar mengikuti pemimpin yang dapat meyakinkan orang melalui pikiran rasional.
e.    Kepengikutan karena peraturan atau hukum, misalnya, dikalangan masyarakat modern dimana hubungan antar  manusia telah diatur  dalam peraturan dan hukum yang berlaku.

3.      Sebab-sebab yang membuat seseorang mengikuti orang lain secara psikologis:
Adapun beberapa sebab-sebab seseorang itu mengikuti orang lain atau pemimpin secara psikologisnya, diantaranya:
a.    Adanya dorongan mengikuti pemimpin.
b.    Adanya sifat-sifat khusus pada pemimpin, yaitu sifat-sifat dan ciri kepemimpinan yang mampu mempengaruhi jiwa orang lain sehingga tertarik kepadanya.
c.    Adanya kemampuan pemimpin untuk menggunakan teknik dan metode kepemimpinan.[12]

4.      Cara menjadi pengikut yang lebih baik.
Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menjadi pengikut yang lebih baik:
a.         Jika Anda menemukan masalah, beritahukan kepada pemimpin kelompok atau manajer langsung, bahkan lebih baik, masukkan saran dalam laporan Anda untuk memecahkan masalah.
b.         Bebas menanamkan perhatian dan tenaga Anda dalam pekerjaan Anda.
c.         Akan mendukung ide-ide baru dan arah baru yang disarankan oleh orang lain.
d.        Bila Anda tidak setuju, jelaskan mengapa Anda tidak mendukung ide atau saran.
e.         Dengarkan baik-baik, dan merenungkan apa yang pemimpin atau manajerkatakan.
f.          Terus belajar sebanyak yang Anda bisa tentang bidang khusus Anda.
g.         Berbagi apa yang telah anda pelajari (deutschmen, 2005; korn, 2004).






BAB III
KESIMPULAN


Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.”
Dari defenisi kepemimpinan itu dapat disimpulkan bahwa proses kepemimpinan adalah fungsi pemimpin, pengikut dan variabel situasional lainnya, sedangkan dari definisi Kepengikutan adalah suatu sikap atau kecendrungan seseorang untuk mengikuti orang lain.
Kepengikutan dan kepemimpinan adalah sesuatu hal yang memiliki kedudukan terpisah, namun memiliki hubungan timbal balik. tanpa pengikut, seseorang tidak bisa menjadi pemimpin; sebaliknya, seseorang tidak bisa menjadi pengikut tanpa pemimpin (lyons, 2002).





DAFTAR PUSTAKA


Arifin. 1993. Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi. cet. Ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.

Faizah, dan Effendi, Lalu Muchsin. 2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Kayo, Khatib Pahlawan. 2007. Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional menuju Dakwah Profesional. Jakarta: Amzah.
Mubarok, Achmad. 2002. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Muhyidin, Asep dan Safei, Agus Ahmad. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia.
Sulthon, Muhammad. 2003. Desain Ilmu dakwah, Kajian Ontologis, Epistimologis dan Aksiologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://elmisbah.wordpress.com/kepemimpinan-dakwah/. Diakses pada 29 April 2015. 09.43 WIB.



[1]  Kayo, Khatib Pahlawan, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional Menuju Dakwah Provesional. Jakarta: Amzah, 2007), hal. 59
[2]  Ibid, hal. 60
[3]  Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002),  hal. 202.
[4] Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta:Prenada Media, 2006), hal. 162& 165-169
[5] Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, hal 202.

[6]  https://elmisbah.wordpress.com/kepemimpinan-dakwah/
[7] Munir, Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. 213.
[8] Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, Kajian Ontologis, Epistimologis dan Aksiologis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 113.
[9]  Muhyidin, Asep, Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah. (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 39.

[10]  Faizah, Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal.169.
[12]  ArifinPsikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), cet. Ke-2, hal.  90.

2 comments:

  1. Sama".... matur suwun semoga bermanfaat..... maaf atas kekurangannya.....

    ReplyDelete