Tuesday, 4 March 2014

TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (Good And Clean Governance)


BAB I
PENDAHULUAN




A.    Latar Belakang

Dalam sebuah negara itu sudah pasti memerlukan komponen-komponen penting untuk membantu mensukseskan perkembangan, kemajuan dan kesejahteraan warga negaranya. Pemerintah harus membentuk suatu formasi yang pergunakan untuk menjalankan suatu visi dan misi dalam mencegah terjadinya problematika yang sangat tidak diinginkan.
Adapun problematika yang sering kita jumpai dalam negara yang sudah menjadi tradisi populer pada kalangan bawah, menengah maupun atas yaitu terjadinya korupsi yang sangat merugikan banyak pihak tentunya.
Setelah kita ketahui problematika diatas, hendaknya pemerintah selalu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang harus diterapkan dalam memilih, mengatur dan menata para pegawai negara. Dan harus menjunjung tinggi sistem tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih demi kelancaran dalam perjalanan, pelayanaan dan penerapan program yang telah disusun pemerintah tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apakah makna korupsi?
2.         Bagaimanakah asal muasal korupsi di negara berkembang?
3.         Apakah dampak dari korupsi?
4.         Apakah yang dimaksud “Gerakan Anti korupsi” Upaya membangun tata kelola kepemerintahan yang bersih (Clean Governance)?
5.         Apakah yang dimaksud kinerja birokrasi pelayanan publik?
6.         Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja birokrasi?
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Makna Korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin “corruptio”, ”corruption” (Inggris), dan “corruptie” (Belanda), arti harfiahnya menunjuk pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan (Sudarto,1976:1). Dalam Black’s Law Dictionary, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain (Black:1990).
Selama ini istilah korupsi mengacu pada berbagai aktivitas atau tindakan secara tersembunyi dan illegal untuk mendapatkan keuntungan demi kepentingan pribadi atau golongan. Dalam perkembangannya terdapat penekanan bahwa korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan(abuse of power) atau kedudukan publik untuk kepentingan pribadi. Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengaan menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum dibawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat-akibat yang diterima oleh masyarakat. Menurutnya,”corruption is the abuse of trust in the inferesat of private gain”.[1]



B.     Asal Muasal Korupsi
Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat ditemukan sumbernya pada fenomena sistem pemerintahan monarki absolut tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal. Pada masa lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik mutlak raja, yang kemudian diserahkan kepada para pangeran dan bangsawan, yang ditugasi untuk memungut pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang menduduki tanah tersebut. Disamping membayar dalam bentuk uang atau in natura, sering pula rakyat diharuskan membayar dengan hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau penguasa. Elite penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa rakyat yang ditaklukkan. Hak tersebut biasanya diterjemahkan dalam tuntutan yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat. (Onghokham, 1995).
Seluruh upeti yang masuk ke kantong para pembesar ini selain dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pembesar itu sendiri, pada dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga yang secara resmi ditunjuk sebagai pengumpul pajak, sehingga para pembesar atau pejabat tadi juga merangkap sebagai pengumpul dana (revenue gathering). Parahnya, kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat ini dapat diperjual belikan (venality of office),  yang menyebabkan pembeli jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah dikeluarkannya dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.
Pada masa-masa sesudahnya, kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron – client, bapak anak, atau kawula? gusti, dimana seorang pembesar sebagai patron harus dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya jasa-jasa timbal balik dari rakyat sebagai client-nya. Hubungan patron – client ini merupakan salah satu sumber korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan efektivitasnya harus selalu berbuat sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum atau kepentingan kelompok bahkan perorangan, yakni para anak buah yang seringkali adalah saudaranya sendiri.[2]

C.    Dampak Korupsi
Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah :
1.      Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2.      Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3.      Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidak adilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidak stabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak dari korupsi diatas adalah sebagai berikut :
a.       Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
b.      Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
c.       Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
d.      Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.[3]

D.    Tata Kelola Pemerintahan Yang Bersih (Clean Governance) dan Gerakan Anti Korupsi
Korupsi merupakan suatu permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunan nasional menjadikan ekonomi berbahaya tinggi, politik yang tidak sehat dan moralitas yang terus menerus melorot.
Beberapa hal yang menjadiakan masalah terjadinya korupsi antara lain:
1.         Kemiskinan, kemiskinan telah menjadi sebuah mekanisme yang membuat korupsi menjadi sesuatu yang lumrah. Korupsi dengan latar belakang kemiskinan dapat dikatakan berasal dari kebutuhan.
2.         Kekuasaan, hal ini menjadi alasan karena kekuasaan sering membuat orang berlaku semena-mena.
3.         Budaya, Prof. Toshiko Kinoshita mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan sistem keluarga besar atau extended family.
4.         Ketidaktahuan, hal ini menjadi alasan karena kadang dana yang diberikan sering kali tidak diketahui peruntukannya dan karena tidak tahu, maka ketika ada masalah, dana tersebut yang dijadikan sebagai korupsi.
5.         Rendahnya kualitas moral masyarakat, disebabkan karena kemiskinan dan kualitas pendidikan dari masyarakat tersebut.
6.         Lemahnya kelembagaan politik dari suatu negara. Kelembagaan adalah sistem hukum dan penerapannya, lembaga publik yang memang tidak dibentuk untuk siap memberikan insentif yang wajar.
7.         Penyakit bersama, dengan cepat korupsi menular dari kawasan ke kawasan yang lain.[4]
                                    Pasal 6 UU-KPK menyebutknatugas KPK adalah :
1.         Koordinasi dengan instasi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.         Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.         Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4.         Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5.         Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Wewenang KPK dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi dinyatakan dalam pasal 7 UU-KPK sebagai berikut:
1.         Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
2.         Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.         Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi lain yang terkait.
4.         Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
5.         Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.[5]

E.     Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor;  dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai:
1.         Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan.
2.         Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai:
1.         Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat.
2.         Cara pemerintahan yang sangat dikuasa ioleh pegawai.[6]
Padasebuah dictionary politik yang dipasarkantahun 2003, h.48 dicantumkan.Birokrasiadalah :
1.         Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan.
2.         Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya.
3.         Birokrasi sering melupakan tujuan pemerintah yang sejati, karena terlalu mementingkan cara dan bentuk. Ia menghalangi pekerjaan yang cepat serta menimbulkan semangat menanti, menghilangkan inisiatif, terikat dalamperaturan yang jelimet dan bergantung kepada perintah atasan, berjiwa statis dan karena itu menghambat kemajuan.[7].
Pelayanan umum atau publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.
Ada beberapa alasan sebagaimana dikemukakan oleh Agus Dwiyanto, mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Good Governance di Indonesia, yaitu :
1.         Pelayanan publik selama ini menjadi ranah (area) dimana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
2.         Pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek Good Governance dapat diartikan dengan mudah.
3.         Pelayanan publik melibatkan kepantingan semua unsur Governance yaitu pemerintah masyarakat dan mekanisme pasar.
Tujuan pembentukan organisasi publik atau birokrasi yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan dan pelayanan publik, maka kinerja birokrasi tersebut dinyatakan berhasil apabila mampu mewujudkan tujuannya yang dimaksud.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat percapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator sebagai berikut :
1.         Indikator masukan (imputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan produknya baik barang atau jasa yang meliputi SDM informasi, kebijakan.
2.         Indikator proses yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun non fisik.
3.         Indikator keluaran yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun non fisik.
4.         Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
5.         Indikator manfaat adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
6.         Indikator dampak yaitu pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator.

F.     Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja birokrasi antara lain:
1.         Manajement organisasi dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan birokrasi.
2.         Budaya kerja dan organisasi pada birokrasi.
3.         Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki birokrasi.
4.         Kepemimpinan birokrasi yang efektif.
5.         Koordinasi kerja pada birokrasi.[8]






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1.      Makna korupsi adalah perbuatan dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan negara atau daerah.
2.      Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat ditemukan sumbernya pada fenomena sistem pemerintahan monarki absolut tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal.
3.      Dampak Korupsi
Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah :
1.      Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2.      Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3.      Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
4.      Korupsi merupakan suatu permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunan nasional menjadikan ekonomi berbahaya tinggi, politik yang tidak sehat dan moralitas yang terus menerus melorot.
5.      Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor;  dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi.
6.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja birokrasi antara lain:
a.       Manajement organisasi dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan birokrasi.
b.      Budaya kerja dan organisasi pada birokrasi.
c.       Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki birokrasi.
d.      Kepemimpinan birokrasi yang efektif.
e.       Koordinasi kerja pada birokrasi.






DAFTAR PUSTAKA



Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadillah. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: PT.  Radika Aditama.

Feisal, Tamin. 2004. Reformasi birokrasi. Jakarta: Penerbit Belantika.

Hayanima Jzunae, http://good-and-clean-governance.html, Good And Clean Governance, 1 Desember 2012.

Putro, Endri,http://endriputro.wordpress.com/2009/09/24/ruang-lingkup-korupsi-di-negara-berkembang/,Ruang Lingkup Korupsi Di Negara Berkembang”, 4 Desember 2012.

Riza, Aditya, http://rizaaditya.com/pengertian-birokrasi.html,Pengertian Birokrasi, 28 Oktober 2012.

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.


[1] Syaiful Ahmad Dinar Cherudin, Syarif Fadillah, Tindak Pidana Korupsi  (Jakarta: PT. Radika Aditama, 2007), hal. 1-2.
[2]http://endriputro.wordpress.com/2009/09/24/ruang-lingkup-korupsi-di-negara-berkembang/
[3]Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), hal. 03.
[4]http://good-and-clean-governance.html.
[5]Ibid..., Syaiful Ahmad Dinar Cherudin, Syarif Fadillah..., hal. 12-23.
[7]Tamin Feisal, Reformasi birokrasi, (Jakarta, Penerbit belantika, 2004), hal. 78.
[8]http://good-and-clean-governance.html.

No comments:

Post a Comment