Sunday 9 March 2014

IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM ALIRAN KONSERVATIF DAN ALIRAN RASIONAL



PEMBAHASAN
IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM ALIRAN KONSERVATIF
DAN
ALIRAN RASIONAL


A.       ALIRAN KONSERVATIF (AL-MUHAFIDZ)
Menurut Mahmud Arif, aliran konservatif adalah aliran pendidikan yang mempunyai kecenderungan keagaan yang sangat kuat, bahkan bisa menimbulkan implikasi sebagai berikut:
1.      Memaknai ilmu hanya terbatas pada pengetahuan tentang Tuhan. Tujuan pengetahuan adalah pengenalan Tuhan dan pemahaman terhadap perintah dan larangan-Nya.
2.      Memprioritaskan jenis pengetahuan yang diyakini bisa menunjang keluhuran moral dan kebahagiaan di akhirat.
3.      Menganggap ilmu hanya untuk ilmu.[1]
Menurut Jawwad Ridla, aliran konservatif adalah aliran pendidikan yang cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang yang jelas-jelas membawa manfaat kelak di akhirat.[2]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkanbahwa aliran konservtif adalah aliranpendidikan yang cenderung memakni pendidikan sebagai sarana untuk membudidayakan nilai-nilai keagamaan yang bersifatketuhanan dan mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang serta bermanfaat untuk kebahagiaan di akhirat.
Tokoh-tokoh aliran pendidikan ini adalah al-Ghazali, Nasirudin al-Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Hitami, dan al-Qabisi. Menurut aliran ini, ilmu diklasifikasikan menjadi 2 ragam, yaitu: Pertama, Ilmu yang wajib dipelajari setiap individu, seperti ilmu keagamaan. Kedua, Ilmu yang wajib kifayah untuk dipelajari, seperti ilmu kedokteran.
Al-Thusi menganalogikan jenis ilmu pertama dengan makanan pokok, sedangkan jenis ilmu kedua dianalogikan dengan obat yang hanya dimakan sewaktu terpaksa.[3] Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang pakar hadits, Ibnu al-Barr yang mengklasifikasikan ragam ilmu menjadi tiga kelompok, yaitu atas, tengah, dan bawah. Kelompok atas meliputi ilmu-ilmu keagamaan, kelompok tengan mencakup ilmu dunia, kelompok bawah terdiri dari ilmu-ilmu keterampilan.[4]
Jadi menurut aliran ini, keagamaan sangat penting dan dibutuhkan bagi mereka dibandingkan jenis ilmu lain. Bagi mereka jenis ilmu lain hanya merupakan pelengkap saja, karena jenis ilmu ilmu ini apabila sebagian warga mayarakat telah mempelajarinya, maka gugur kewajiban bagi warga yang lain untuk mempelajarinya.
Selain dua jenis ilmu di atas, da juga ilmu yang mempelajarinya termasuk fadhillah (keutamaan anjuran). Oleh Al-Ghozali jenis ilmu ini dibagi menjadi empat, diantaranya:
1.         Ilmu ukur dan ilmu hitung.
2.         Ilmu mantik (logika)
3.         Ilmu ketuhanan (teologi), yaitu ilmu yang berisi tentang Dzat Tuhan.
4.         Ilmu Kealaman.
Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan, yakni pengetahuan tentang jalan menuju akhirat hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan kejernihan akal budi. Rasio adalah sifat manusia yang paling utama, karena hanya dengan rasiolah manusia mampu menerima amanat dari Allah dan dengannya pula mampu mendekat disisi-Nya.[5]
Esensi pendidikan aliran konservatif menurut Jawwad Ridla adalah pendidikan akhlak, yaitu pendidikan yang beriorientasi pada keluhuran moral, dan tujuan terpenting dalam pendidikan islam adalah pembentukan dan pembinaan akhlak. Sedangkan tujuan pendidikan islma menurut Omar Muhammad Attoumy Asy-Syaibani, tujuan pendidikan islam memiliki empat ciri pokok, yaitu:
1.         Sifat yang bercorak agama dan akhlak.
2.         Sifat penyeluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar, dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat.
3.         Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya.
4.         Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan kehidupan, memperhitungkan perbedaan-perbedaan perseorangan diantara individu, masyarakat, kebudayaan dan kesanggupannya untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.[6]
Pendidikan agama pada dasarnya memiliki dua tujuan yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, yaitu meningkatkan keberagamaan peserta didik dan mengembangkan sikap toleransi hidup umat beragama.[7]
Dari tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan-tujuan pendidikan menurut aliran konservatif adalam pembentukan dan pembinaan akhlak individu.
B.       ALIRAN RASIONAL
Tidak jauh berbeda pemikiran aliran rasional dengan pemikiran konservatif dalam hal relasi pendidikan dengan tujuan agamawi.[8] Dalam pandangan aliran rasional konsep pendidikannya lebih menekankan pada pewarisan budaya. Sedangkan menurut aliran rasional, pendidikan dipahami sebagai usaha mengaktualisasikan ragam daya/potensi yang dimiliki individu, sehingga esensi pendidikan adalah kiat transformasi ragam potensi menjadi kemampuan aktual. Keberhasilan usaha mentransformasikan ragam potensi yang ada sangat ditentukan oleh seberapa besar optimalisasi fungsi rasio, sebab rasio itulah yang bisa menjadikan seseorang mempunyai pengetahuan realitas disekelilingnya dan dapat menuntunnya untuk sampai pada pengetahuan atau pemahamn kebenaran (ma’rifah).[9] Selain akal (rasio) berfungsi untuk mengetahui sesuatu, juga berfungsi untuk memutuskan terhadap salah-benar atau baik-buruknya sesuatu. Oleh karena itu, menurut aliran ini, manusia dipandang memiliki kebebasan penuh sehingga bisa bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya.[10]
Diantara tokoh-tokoh aliran rasional adalah kelompok Al-Shafa, Al-Farabi, Ibnu Shina, dan Ibnu Maskawaih. Para tokoh ini telah memberikan landasan bagi aliran pendidikannya, yakni bahwa pangkal segala sesuatu yang terkait dengan jiwa (diri) beserta semua potensinya, serupa dengan apa yang diutarakan oleh kecenrerungan Gnostik. Mereka juga membangun prinsip-prinsip dasar pemikirann tentang manusia, pengetahuan dan pendidikan.[11]
Ikhwan Al-Shafa merumuskan ilmu sebagai gambaran tentang sesuatu yyang diketahui pada benak (jiwa) orang yang mengetahui. Lawan dari ilmu adalah kebodohan. Belajar dan mengajar adalah mengaktualisasikan hal-hal potensial, melahirkan hal-hal yang terpendam dalam jiwa. Aktivitas itu bagi guru dinamakan mengajar dan bagi pelajar dinamakan belajar.[12]
Ikhwan Al-Shafa membagi ragam disiplin ilmu menjadi tiga.[13] diantaranya:
1.         Ilmu-ilmu syari’iyah (keagamaan)
a.       Ilmu tanzil (ilmu Qur’an hadits)
b.      Ilmu ta’wil (ilmu penafsiran)
c.       Ilmu penyampaian informasi keagamaan (akhbar)
d.      Ilmu pengkajian sunnah dan hukum
e.       Ilmu ceramah keagamaan, kezuhudan, dan ilmu ta’bir mimpi.
2.         Ilmu-ilmu filsafat
a.    Riyadliyyat (ilmu-ilmu eskak)
b.    Mantiqiyyat (retorika-logika). Ilmu ini dibgi menjadi lima, diantaranya:
1)   Antologi                            : Pengetahuan tentang sya’ir.
2)   Retorika                             : Keahlian para orator dalam berderdebat dan diskusi.
3)   Esagogy                             : Pengantar menuju keaahlian berlogika-krisis.
4)   Phatygorbas-pharamenyas : Karya aristoteles sebagai pengantar bagi bukunya burhan.
5)   Al-Burhan                          : Buku para filosof yang dijadikan acuan pemilihan salah-benar.
3.         Ilmu Kealaman (Fisika). Oleh Ikhwan Al-Shafa dikelompokkan menjadi tujuh, diantaranya:
a)        Ilmu tentang dasar-dasar fisik-biologis.
b)        Ilmu tentang ruang dan benda angkasa.
c)        Ilmu tentang penciptaan alam dan kerusakan.
d)       Iklimatologi.
e)        Ilmu pertambangan.
f)         Ilmu batomi.
g)        Ilmu hewan.
4.         Teologi. Dibagi menjadi lima kelompok, diantaranya:
a)      Pengetahuan tentang Allah, sifat ke-Esaaan-Nya.
b)      Pengetahuan tentang hal-hal immaterial.
c)      Pengetahuan kejiwaan.
d)     Pengetahuan politik.
e)      Eksatologi.
5.         Ilmu-ilmu Riyadliyah. Ilmu ini dibagi menjaadi 9 disiplin ilmu, diantaranya:
a)        Aritmatika (ilmu hitung).
b)        Al-Handasah (ilmu ukur).
c)        Astronomi.
d)       Ilmu musik (seni).
Pendidikan oleh aliran rasio dipahami sebagai sosialisasi dalam arti bahwa aktivitas pendidikan senantiasa berlangsung dalam konteks sosial. Pendidikan selalu berkaitan dengan nilai dan norma sosial dan beriorientasi pada tuntunan sosial. Aktivitas pendidikan dituntut harus mampu menjlin hubungan yang sinergis dengan perubahan dan perkembangan sosial budaya, sehingga bisa memperoleh akuntabilitas dan relevansi fungsionaldi tengah masyarakat.
Pemikiran kependidikan aliran nrasional khususnya sebagaimana dirumuskan oleh kelompok Ikhwan Al-Shafa, memang dapat dinilai sebagai rekontruksi sosial. Kelompok ini telah mengarahkan pada upaya-upaya pencerahan masyarakat dengan berbagai wawasan dan kesadaran baru, agar masing-masing warga masyarakat mampu memahami hak dan kewajibannya.
Menurut pandangan Ikhwan Al-Shafa, aktivitas pendidikan tidak cukup sekedar berkutat pada lingkup pembinaan moral personal, tetapi juga harus bertumpu pada pembinaan moral sosial. Dengan moral sosial, benih tumbuhnya kesadaran bersama yang mendasari solidaritas soaial dan pergerakan sangat mungkin untuk disemai-mekarkan.[14]
Dari paaran di atas, dapat dilihat bahwa aliran konservatif dalam hal pendidikan lebih menekankan pada pewarisan budaya diarahkan untuk melestarikan dan mengembangkan ilmu ttradisional. Sedangkan aliran rasional lebih menekankan pada implementasi potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang semuanya itu dapat ditentukan oleh bagaimana seorang peserta didik dapat menggunakan akalnya dengan baik. Karena dengan akal lah seseorang dapat memahami tentang sesuatu pengetahuan, kebenaran dan juga dapat mengetahui baik-buruknya sesuatu.


[1] Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2008), hal. 108-110.
[2] Ibid..., hal. 110-111.
[3] Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam: Perspektif Sosiologi-Filosofis (Ypgyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), hal. 74-75.
[4] Ibid..., hal. 76.
[5] Ibid..., Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, hal. 114.
[6] Ibid..., Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, hal. 79-80.
[7] Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009), hal. 13.
[8] Ibid..., Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam: Perspektif Sosiologi-Filosofi, hal. 77.
[9] Ibid..., Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, hal. 114.
[10] Ibid...,hal. 120.
[11] Ibid..., Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam: Perspektif Sosiologi-Filosofi, hal. 79.
[12] Ibid...,hal. 78.
[13] Ibid...,hal. 92-95.
[14] Ibid..., Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, hal.121-122.

No comments:

Post a Comment