A.
PENDAHULUAN
Mengajar
merupakan sebuah amal kebaikan yang tiada tara. Di Indonesia, para guru dikenal
dengan sebutan pahawan tanpa tanda jasa. Seiring dengan perkembangan zaman,
kinerja seorang guru sangat dituntut untuk membangun mental serta spirituil
anak didik. Namun problematika pun juga mengiringi tuntutan tersebut. Dimana
seorang guru hanya bergaji minim menyambung hidup keluarganya.
Jasa seorang
guru tidaklah dapat diukur dengan sebuah materi. Sehingga dalam makalah ini,
kami mencoba untuk membahas bagaimana hukum menerima imbalan dalam mengajar.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana hukum
seorang pengajar menerima upah?
C.
PEMBAHASAN
Pemahaman
Hadits
حَدَّثَنِي سِيدَانُ بْنُ
مُضَارِبٍ أَبُو مُحَمَّدٍ البَاهِلِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ
البَصْرِيُّ هُوَ صَدُوقٌ يُوسُفُ بْنُ يَزِيدَ البَرَّاءُ، قَالَ: حَدَّثَنِي
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ الأَخْنَسِ أَبُو مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ،
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ، فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ، فَعَرَضَ
لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ المَاءِ، فَقَالَ: هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ، إِنَّ فِي
المَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا أَوْ سَلِيمًا، فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ، فَقَرَأَ
بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ عَلَى شَاءٍ، فَبَرَأَ، فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى
أَصْحَابِهِ، فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا: أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ
أَجْرًا، حَتَّى قَدِمُوا المَدِينَةَ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخَذَ
عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ»[1]
Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas
bahwa beberapa sahabat Nabi SAW melewati sumber mata air dimana terdapat orang
yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di
sumber mata air tersebut datang dan berkata; "Adakah di antara kalian
seseorang yang pandai menjampi? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air
ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat
Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al fatihah dengan upah seekor
kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut
membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka
dengan hal itu, mereka berkata; "Kamu mengambil upah atas
kitabullah?" setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata; "Wahai
Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah bersabda:
"(Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena
(mengajarkan) kitabullah)."
Hadits lain yang hampir memiliki kesamaan, yakni
disebutkan oleh Imam Ibnu Majah dalam kitabnya Sunan Ibnu Majah, nomor hadits
2157 bab Upah mengajarkan Al Qur’an:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
مُحَمَّدٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ:
حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ بْنُ زِيَادٍ الْمَوْصِلِيُّ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ نُسَيٍّ،
عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ ثَعْلَبَةَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، قَالَ:
عَلَّمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ الْقُرْآنَ وَالْكِتَابَةَ، فَأَهْدَى
إِلَيَّ رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا، فَقُلْتُ: لَيْسَتْ بِمَالٍ، وَأَرْمِي عَنْهَا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْهَا، فَقَالَ: «إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا طَوْقًا مِنْ نَارٍ
فَاقْبَلْهَا»
Diriwayatkan dari Ali bin Muhammad melalui jalur
Ubadah bin Shomit berkata : Aku mengajarkan Al-qur’an dan kitab kepada penduduk
Shuffah, lalu salah seorang diantara mereka memberiku busur panah. Aku berkata:
“hal ini tidak bayar, aku melakukannya di jalan Allah”. Kemudian aku bertanya
kepada Rasulullah tentang hal tersebut. Beliau bersabda: “(jika engkau senang
digantungkan dari api neraka sebab busur itu, maka terimalah).”
Lafadz إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dan
lafadz إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا
طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah memberikan
pengertian tentang hukum seseorang menerima upah dalam mengajar.[2]
Adapun yang lainnya berkenaan dengan pemberian upah atau gaji
guru, menurut
Ibnu Sahnun. Pemberian upah bagi guru yang
mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan sekuler, telah menjadi praktik umum sehari-hari.
Akan tetapi, seorang guru yang menerima gaji sangat dilarang keras menerima
atau mengumpulkan hadiah dari anak murid, atau menyuruh mereka memberikan sesuatu
kepadanya.
Akan tetapi guru juga boleh menentukan gaji
atas profesinya setelah disepakati dengan wali murid. Guru harus berlaku adil
dalam menghadapi siswa dan berkewajiban mengawasi kegiatan belajar siswa. Tentang
upah guru dijelaskan dalam “Adab al-Mualimin”, dari Ibnu Juraij berkata:
“Aku bertanya kepada Atha’:, “Apakah aku boleh mengambil upah dari mengajar Al-Quran?
Apakah engkau mengetahui ada seseorang yang membencinya?, ‘Atho menjawab:
“Tidak”. Imam Malik bahkan menganjurkan seorang guru untuk menerima upah
atas pengajarannya, bahkan ia mewajibkannya.[3]
D.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita
simpulkan bahwa, Jika seorang pengajar atau guru mendapatkan upah ataupun ingin
mengambil upah dari mengajar hukumnya diperbolehkan dan ada juga yang
mewajibkannya atau menganjurkanya. Akan tetapi, hal itu pun tidak boleh
melalaikan niat dari sifat semata-mata karena ikhlas dan taqwanya kepada Allah
SWT, serta tidak menjadi beban bagi siswa dan orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA
-
Ubaedi Fathuddin, Ahmad, 2010, Pemikiran Ibnu Sahnun Tentang Belajar
Mengajar Al-Qur’an, Pekalongan: tp.
-
Imam Ibnu Majah,
Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah, Juz 2.
-
Ahmad bin Ali
bin Hajar Al ‘Asqolany, Fathul Barri, Riyadl, Dar el Salam, Juz 10.
No comments:
Post a Comment