PEMBINAAN AQIDAH SISWA
Aqidah secara
bahasa berarti ikatan, secara terminologi berarti landasan yang mengikat yaitu
keimanan. Aqidah juga sebagai ketentuan dasar mengenai keimanan seorang muslim,
landasan dari segala prilakunya, bahkan aqidah sebenarnya merupakan landasan
bagi ketentuan syariah yang merupakan pedoman bagi seseorang berprilaku di muka
bumi.[1]
Aqidah memiliki enam Aspek yaitu: keimanan pada Allah, pada para
Malaikat-Nya, iman kepada para Rasul utusan-Nya, pada hari akhir, dan iman
kepada ketentuan yang telah dikehendaki-Nya. Apakah ini takdir baik atau takdir buruk. Dan
seluruh Aspek ini merupakan hal yang gaib. Kita tidak mampu menangkapnya dengan
panca indra kita.[2]
Seperti yang telah dijelaskan di atas maka kita akan menemukan lima pola dasar
pembinaan aqidah anak seperti : Membacakan kalimat tauhid pada Anak, menanamkan
kecintaan mereka pada Allah, pada Rasulullah Muhammad SAW, mengajarkan
Al-qur’an dan menanamkan nilai perjuangan rasul serta pengorbanan beliau pada
mereka.
Imam Al- Gazali
menjelaskan secara khusus bagaimana menanamkan keimanan pada anak. Belaiau
berkata, “Langkah pertama yang bisa diberikan kepada mereka dalam menanamkan
keimanan adalah dengan memberikan hafalan. Sebab proses pemahaman harus diawali
dengan hafalan terlebih dahulu. Ketika anak hafal akan sesuatu kemudian
memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan akhirnya anak akan
membenarkan apa yang telah dia yakini sebelumnya. Inilah proses pembenaran
dalam sebuah keimanan yang dialami anak pada umumnya.[3]
Dalam proses
penanaman Aqidah ini, kita dapat perlu mengajarkan pada anak bagaimana cara
mereka berbicara atau menjelaskan tentang pemahaman mereka terhadap Aqidah.
Tapi cukuplah bagi mereka untuk menyibukkan diri dengan banyak membaca
Al-Qur’an, mempelajari tafsirnya, juga hadis-hadis Rasulullah SAW serta
sibukkan mereka dengan amalan – amalan keseharian dalam ibadah ritual. Dengan
demikian secara tidak langsung akan timbul keyakinan dengan sendirinya
dalam diri anak ketika mereka tengah membaca Al-qur’an dan hadis.
Adapun
langkah-langkah yang mesti kita lakukan untuk membentuk Aqidah anak adalah
sebagai berikut:
1.
Mendiktekan kalimat Tauhid pada Anak
Diriwayatkan oleh Al- Hakim dari Ibnu Abbas
r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jadikanlah kata-kata pertama yang
diucapkan oleh seorang anak adalah Tauhid yaitu kalimat “La
Ilaha Illallah” . dan bacakanlah kepada mereka ketika menjelang
maut.[4]
Zakiah Darajat berpendapat bahwa “anak yang
sering mendengar orang tuanya mengucapkan nama Allah, maka ia akan mulai
mengenal nama Allah. Hal ini kemudian, mendorong tumbuhnya jiwa keagamaan pada
anak tersebut.[5]
Disebutkan dalam sejarah perjalanan Rasulullah,
bahwa beliau lebih memusatkan perhatiannya terhadap perkembangan anak kecil,
dengan upaya-Nya dalam memperhatikan mereka, Rasulullah terjun langsung dalam
mengajarkan tentang islam. Hingga akhirnya dalam diri Ali yang usianya masih
relative muda, tapi semangat juangnya sudah tertanam dengan kuat.[6]
2.
Menanamkan kecintaan Anak kepada Allah,
senantiasa meminta pertolongan dan pengawasan hanya kepada Allah serta yakin
akan ketentuan Allah SWT.
Setiap anak pernah merasakan sebuah persoalan
dalam hidupnya. Baik persoalan kewajibannya, dalam hubungan sosial masyarakat,
ataupun dalam lingkungan pendidikannya. Anak pun akan mengekspresikan persoalan
yang sedang dihadapinya dengan cara yang berbeda satu sama lain. Sebagian
menggunakan perasaannya yang sangat halus, sebagian anak lain mungkin
mewujudkannya dalam bentuk tingkah laku dan lain sebagainya. Maka dengan cara
bagaimana kita mampu mengatasi persoalan dari dalam jiwa mereka yang begitu
beragam? Dan apakah ada sebuah metode pemecahan masalah agar sang anak mampu
mengatasi dengan baik?
Islam memberikan jawabannya yang tepat. Yaitu
dengan menanamkan kecintaan anak pada zat yang maha Agung dan maha kuasa. Allah
SWT yang akan memberikan pertolongan kepada siapa saja yang dikehendakinya,
yang selalu mengawasi segala apa saja yang kita lakukan. Dan menanamkan
keyakinan pada anak akan adanya takdir atau kehendak Allah berupa kebaikan atau
keburukan. Inilah ajaran terpenting Rasulullah SAW. Selaku utusan Allah yang
telah diberikan kepada ummatnya yang tiada seorangpun mampu menciptakan ajaran
semacam ini.[7]
Oleh karena itu apa bila sang anak telah dapat
menghayati bentuk- bentuk keimanan tadi, dan anak telah memiliki keyakinan yang
kuat serta memiliki pengetahuan tentang penciptanya dengan baik, niscaya segala
bentuk persoalan yang akan dihadapi tidak akan membuatnya resah ataupun
gelisah. Keimanan yang sudah melekat di dalam dada mereka yang akan membuatnya
mampu menghadapi persoalan hidup yang sedang dihadapinya hingga masa dewasanya
kelak.
3.
Menanamkan kecintaan Anak pada Nabi Muhammad
SAW.
Kecintaan pada Rasulullah SAW merupakan
perwujudan bentuk persaksian umat islam yang kedua yaitu kesaksian akan
Muhammad SAW selaku utusan Allah yang diturunkan kebumi ini. Para ulama besar
terdahulu dan penerusnya telah berupaya untuk mencurahkan perhatiannya yang
cukup serius dalam menanamkan kecintaan anak pada NabiSAW yang menjadi contoh
teladan terbaik dalam seluruh ummat manusia di muka bumi ini. Sebab apa bila
telah tertanam dalam jiwa anak kecintaannya pada Nabi SAW, akan menambah
kecintaan anak pada agama Allah.
Apa bila kita mencoba untuk mengamati
perkembangan anak secara teliti, akan kita temukan bahwa pada masa-masa anak belum
mencapai usia baliq terdapat suatu kecendrungan kuat dalam diri anak untuk
mencapai tokoh yang dianggapnya paling hebat dalam segala hal, agar anak itu
bisa menirunya dan bertindak seolah-olah dia juga memiliki kehebatan seperti
apa yang telah dimiliki oleh tokoh yang ia kaguminya. Maka oleh karena itu
pendidikan islam memiliki sebuah metode yang sangat hebat dalam menyalurkan
kecendrungan anak tersebut dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai tokoh yang
dikagumi karena memiliki sifat – sifat yang tidak dimiliki oleh orang lain
selain beliau. Sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Thabrani, ibnu Najjar dan
Ad. Dailani dari Ali bin Abi Thalib k. w. bahwasanya Rasulullah SAW Bersabda :
“Didiklah anak-anakmu untuk melakukan 3 hal ini, mencintai Nabinya, mencintai
keluarga nabi, dan membaca Al-qur’an” berkata Al-manawi bahwa hadis ini dhaif.
Begitu juga dengan firman Allah Swt., di dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 21 disebutkan:
Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.[8]
No comments:
Post a Comment