PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pada tahun 1037 M Turki dapat menguasai
kekhalifahan Abassiyah. Akan tetapi, akhirnya lumpuh oleh bangsa Mongol,
kecuali bangsa Turki yang dipimpin oleh Ertughril, yang selanjutnya menjelma
menjadi Turki Usmani. Puncak kemegahannya dari tahun 1520-1566 M, dibawah
pemerintahan Sulaiman I. Namun, akhirnya juga lumpuh pada abad ke-19. Tetapi,
berkat ketekunan para pembaharu dan para tokoh-tokoh, negara itu dapat bangkit
kembali dengan mengadakan beberapa frase pembaharuan pada masa Sultan Mahmud II,
Tanzimat, Usman Muda,
dan
Turki Muda.
- Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
asal mula Kerajaan Dinasti Usmani?
2. Apa
saja perkembangan yang dilakukan pada masa Kerajaan Turki Usmani?
3. Apa
saja pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan pada masa Kerajaan Turki Usmani?
4. Apakah
yang menyebabkan Kerajaan Turki Usmani Mengalami Kemunduran?
PEMBAHASAN
A. Asal Mula Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani muncul di pentas sejarah
Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai
digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu
mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya
peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan
ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.
Pendiri kerajaan Turki adalah bangsa Turki dari
kabilah Qayigh Oghus, anak suku Turk yang mendiami sebelah
barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang
dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan
bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti
Khawarizm pada tahun 1219-1220 M.
Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat
dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm
di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi ke arah Barat
(Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka
menghindari serangan mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin
orang-orang Turki mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang
tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228 M.[1]
Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang
pertama ingin pulang ke negeri asalnya dan yang kedua meneruskan perjalanannya
ke Asia kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin
oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdkan dirinya dirinya
kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di
Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang
menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di
Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol,
Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan
menghadiahkan sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium.[2]
Pada tahun 1288 M, Erthogrol meninggal dunia dan
meninggalkan putranya yang bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M.
usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan
disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah
yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula
yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak
berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap
pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman.
B. Perkembangan Kerajaan Turki Usmani
Dengan jatuhnya jazirah Arab, maka imperium Turki
Usmani mempunyai wilayah yang luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir
sungai Thauna, sampai ke Aswan dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai efrat
serta pedalaman Iran, sampai Bab el-Mandeb di selatan jazirah Arab.[3] Selama
masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M), sekitar 625 tahun berkuasa tidak
kurang dari 38 Sultan.
Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah
kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode,[4] yaitu:
1.
Periode pertama
(1299-1402 M), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai
kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai
pemerintahan Bayazid.
2.
Periode kedua
(1402-1566 M), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan
sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
3.
Periode ketiga
(1566-1699 M), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk
mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera
terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
4.
Periode keempat
(1699-1838 M), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan
kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa
pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
5.
Periode kelima
(1839-1922 M) periode ini ditandai dengan kebangkitan cultural dan
administrates dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa
pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.
Persinggungan Islam dengan Turki melalui sejarah
panjang, terhitung sejak abad pertama hijriyah hingga suku Turki menjadi
penganut dan pembela Islam. Pengaruh Turki dalam dunia Islam semakin terasa
pada masa Pemerintahan al-Musta’sim (640-656 H./1242-1258 M).[5]
a. Perluasan Wilayah
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah
al-Usman (raja besar keluarga Usman), pada tahun 1300 M. dia memulai
memperluas wilayahnya.[6] Hal
ini berlangsung paling tidak sampai dengan masa Pemerintahan Sulaiman I. untuk
mendukung hal itu, Orkhan membentuk pasukan tangguh yang dikenal dengan
Inkisyariyyah. Pasukan Inkisyariyah adalah tentara utama
Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk Islam.[7] Ternyata,
dengan pasukan tersebut seolah-olah Dinasti Usmani memiliki mesin perang yang
paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan
negeri-negeri non Muslim.
Ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti
Usmani dalam perluasan wilayah Islam. Yaitu:
1)
Kemampuan
orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita
memperoleh ghanimah (harta rampasan perang).
2)
Sifat dan
karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya
hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.
3)
Semangat jihad
dan ingin mengembangkan Islam.
4)
Letak Istambul
yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan
perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan dua
selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat
kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun
kebudayaan Romawi Timur.
5)
Kondisi
kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani
mengalahkannya.[8]
b. Kemajuan Pada Masa Dinasti Usmani
1)
Sosial Politik dan Administrasi negara
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani
berlangsung dengan cepat, hal ini diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang
politik, terutama dalam hal mempertahankan eksistensinya sebagai negara besar.
Selain itu, tradisi yang berlalu saat itu telah membentuk stratifikasi yang
membedakan secara menyolok antara kelompok penguasa (small group of rulers)
dan rakyat biasa (large mass).
Penguasa yang begitu kuat itu bahkan memiliki
keistimewaan, diantara keistimewaan itu adalah:
a.
Pengakuan dari
bawahan untuk loyal pada Sultan dan negara.
b.
Penerimaan dan
pengamalan, serta sistem berfikir dalam bertindak dalam agama yang dianut merupakan
kerangka yang integral
c.
Pengetahuan dan
amalan tentang sistem adat yang rumit.
Yang terpenting adalah bahwa para pejabat dalam
hal apapun tetap sebagai budak Sultan. Tugas utama seluruh warga negara, baik
pejabat maupun rakyat biasa adalah mengabdi untuk keunggulan Islam,
melaksanakan hukum serta mempertahankan keutuhan imperium.[9]
2)
Bidang Militer
Kerajaan Turki Usmani telah mampu menciptakan
pasukan militer yang mampu mengubah Negara Turki menjadi Mesin perang yang
paling tangguh dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan
negeri-negeri non Muslim. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota,
bahkan anak-anak Kristen di asramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk
dijadikan prajurit.
Ketika terjadi kekisruan ditubuh militer, maka
Orkhan mengadakan perombakan dan pembaharuan, yang dimulai dari pemimpin
personil militer. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya
kelompok militer baru yang disebut dengan pasukan Janissari atau Inkisyariyah.
Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang
paling kuat dan memberikan dorongan kuat dalam penaklukan negeri Non Muslim.[10]
3)
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
Dalam bidang pendidikan, Dinasti Usmani
mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan madrasah yang
tersebar luas. Madrasah Usmani pertama didirikan di Izmir pada tahun 1331 M,
ketika itu sejumlah ulama di datangkan dari Iran dan Mesir untuk mengembangkan
pengajaran Muslim dibeberapa toritorial baru. Tapi hal ini tidak begitu
berkembang, karena Turki Usmani lebih memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang
kemiliteran, sehingga dalam khazanah Intelektual Islam kita tidak menjumpai
ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, memang kerajaan
Turki Usmani tidak menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah
seperti di masa Daulah Abbasiyah. Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqh,
ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang
berarti. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan),
dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik
yang telah ada. Namun dalam bidang seni arsitektur, Turki Usmani banyak
meninggalkan karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Mesjid Jami’
Muhammad al-Fatih, mesjid agung Sulaiman dan Mesjid Abu Ayyub al-Anshary dan
mesjid yang dulu asalnya dari gereja Aya Sophia. Mesjid tersebut dihiasi dengan
kaligrafi oleh Musa Azam.[11]
4)
Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara
Karena Turki mengusai beberapa kota pelabuhan
utama, maka Turki menjadi penyelenggara perdagangan, pemungut pajak (cukai)
pelabuhan yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi Turki.
Keberhasilan Turki Usmani dalam memperluas
kekuasaan dan penataan politik yang rapi, berimplikasi pada kemajuan social
ekonomi Negara, tercatat beberapa kota industri yang ada pada waktu itu, antara
lain:
a.
Mesir yang
memperoleh produksi kain sutra dan katun.
b.
Anatoli
memproduksi bahan tekstil dan wilayah pertanian yang subur.
Kota Anatoli merupakan kota perdagangan yang
penting di rute Timur dalam perindustrian dalam hasil industri dan pertanian di
Istambul, polandia dan Rusia. Para pedagang dari dalam maupun dari luar negeri
berdatangan sehingga wilayah Turki menjadi pusat perdagangan dunia pada saat
itu.[12]
Selain dari sumber perdagangan, Turki Usmani memiliki
sumber keuangan Negara yang sangat besar, yaitu dari harta rampasan perang,
dari upeti tanda penaklukkan Negara-negara yang ditundukkan serta dari
orang-orang zhimmi.
C. Kemunduran Turki Usmani
Pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan
Turki Usmani berada ditengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan
kerajaan Syafawi di Asia. Melemahnya kerajaan Usmani setelah wafatnya Sulaiman
I dan digantikan oleh Salim II. Pada awal abad ke-19 para Sultan tidak mampu
mengontol daerah-daerah kekuasaannya. Dan melemahnya militer Turki Usmani berakibat
munculnya pemberontakan. Beberapa daerah berangsur-angsur mulai memaisahkan
diri dan mendirikan pemerintah otonom.
Di Mesir, kelemahan kerajaan Turki Usmani membuat
Mamalik bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M.,
Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari
Prancis tahun 1798 M.[13] Demikian
pula pemberontakan terjadi di Libanon dan Syiria, sehingga kerajaan Turki
Usmani mengalami kemunduruan, bukan saja daerah yang tidak beragama Islam,
tetapi juga di daerah yang berpenduduk muslim.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani ini
mengalami kemunduran, di antaranya adalah:
a.
Wilayah
kekuasaan yang sangat luas yang tidak dibarengi dengan Administrasi dan potensi
yang kuat.
b.
Kelemahan para
penguasa, baik dalam kepribadian maupun dalam kepemimpinan yang berakibat
pemerintahan menjadi kacau.
c.
Pemberontakan
tentara Jenissari.
d.
Heterogenitas
penduduk. Wilayah yang luas yang didiami penduduk yang beragam, baik dari segi
agama, suku, ras, etnis dan adat istiadat acap kali melatar belakangi
terjadinya pemberontakan.
e.
Merosotnya
ekonomi. Akibat perang yang berkepanjangan sehingga perekonomian negara
merosot.
D.
PEMBAHARUAN MASA KERAJAAN TURKI USMANI
1.
Pada Masa Sultan Mahmud II (1785-1839 M)
Lahir pada tahun 1785 M, dan mempunyai didikan
tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah
dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 M
dan meninggal di tahun 1839 M. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan
Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba
masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam
pemikirannya.[14]
Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud
II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di
Kerajaan Usmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Di Madrasah hanya
diajarkan agama, sedangkan pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II
sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan
zaman abad ke-19. Oleh karena itu, ia mengadakan perubahan dalam kurikulum
Madrasah dengan menambah pengetahuan umum di dalamnya, seperti halnya di Dunia
Islam lain pada waktu itu memang sulit.
Madrasah tradisional tetap berjalan, tetapi
disampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum yang bernama
Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye
(Sekolah Sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah
yang bermutu tinggi. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan Sekolah
Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan.[15]
2.
Pada Masa Tanzimat
Istilah Tanzimat berasal dari bahasa Arab
dari kata Tanzim yang berarti pengaturan, penyusunan dan memperbaiki.
Dalam pembaharuan yang diadakan pada masa ini merupakan sebagai lanjutan dari
usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan pembaharuan
peraturan dan perundang-undangan. Secara terminologi adalah, suatu usaha
pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur organisasi
pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun 1839-1871 M.
Tokoh-tokoh penting Tanzimat antara lain:
1)
Mustafa Rasyid
Pasya (1880-1858 M).
Pemuka utama dari pembaharuan di
zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada
tahun 1800 M. berpendidikan Madrasah, kemudian menjadi pegawai pemerintah. Usaha
pembaharuannya yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan modernisasi
angkatan bersenjata pada tahun 1839 M.
2)
Mustafa Sami
Pasya (wafat 1855 M).
Mustafa Sami Pasya mempunyai
banyak pengalaman di luar negeri antara lain di Roma, Wina, Berlin, Brussel,
London, Paris dan negara lainnya sebagai pegawai dan duta. Menurut pendapat
Mustafa Sami Pasya, kemajuan bangsa Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam
lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi
beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, di
samping itu pula pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya
orang Eropa pandai membaca dan menulis.
3)
Mehmed Sadik
Rif’at Pasya (1087-1856 M).
Mehmed Sadik Rif’at Pasya yang
lahir pada tahun 1807 M, dan wafat tahun 1856 M. Pendidikannya selesai di
madrasah, ia melanjutkan pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus diadakan untuk
calon-calon pegawai istana.
Pokok pemikiran dan
pembaharuannya ialah Sultan dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada
undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hukum,
kodifikasi hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban rakyat,
reorganisasi, angkatan bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta
dibangunnya Bank Islam Usmani pada tahun 1840 M.
4)
Ali Pasya
(1815-1871 M).
Beliau lahir pada tahun 1815 M di
Istanbul, dan wafat tahun 1871, anak dari seorang pelayan toko. Dalam usia 14
tahun ia sudah diangkat menjadi pegawai. Tahun 1840 diangkat menjadi Duta Besar
London dan sebelum menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf Perwakilan
Kerajaan Usmani di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 M, ia menggantikan
kedudukan Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri.
Usaha pembaharuannya antara lain
: tentang pengakuan semua aliran spiritual pada masa itu, jaminan melaksanakan
ibadahnya masing-masing, larangan memfitnah karena agama, suku dan bahasa,
jaminan kesempatan belajar, sistem peradilan dan lain-lainnya.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh tokoh-tokoh di
zaman Tanzimat tidak seluruhnya mendapat dukungan, bahkan mendapat kritikan
baik dari dalam atau di luar Kerajaan Usmani. Karena, gerakan-gerakan tanzimat
untuk mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran liberalisme Barat dan
meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu sebab yang utama
gerakan tanzimat mengalami kegagalan dalam usaha pembaharuannya.
3.
Pada Masa Usmani Muda
Kegagalan Tanzimat dalam mengganti pemerintahan konstitusi
yang absolut merupakan cambuk untuk usaha-usaha selanjutnya. Untuk mengubah
kekuasaan yang absolut, maka timbullah gerakan dari kaum cendikiawan
melanjutkan usaha-usaha Tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan Young
Ottoman-Yeni Usmanilar (Gerakan Usmani Muda) yang didirikan pada tahun 1865
M.[16]
Usmani Muda pada asalnya merupakan perkumpulan
yang didirikan di tahun 1865 M, dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan
absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional.[17]
Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa angin baru tentang demokrasi dan
konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan rakyat bukan kekuasaan
absolut. Diantara tokoh-tokohnya adalah:
a.
Zia Pasya.
Lahir pada tahun 1825 M di
Istanbul, dan meninggal dunia pada tahun 1880 M. Ia anak seorang pegawai Kantor
Beacukai di Istanbul. Pendidikannya setelah selesai sekolah di Sulaemaniye yang
didirikan Sultan Mahmud II. dalam usia muda dia diangkat menjadi pegawai
pemerintah, kemudian atas usaha Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1854 M, ia
diterima menjadi salah seorang sekretaris Sultan. Disinilah ia dapat mengetahui
tentang sistem dan cara Sultan memerintah dengan otoriter.[18]
Beberapa pemikirannya akhirnya
menjurus kepada usaha pembaharuan. Usaha-usaha pembaharuannya antara
lain, kerajaan Usmani menurut pendapatnya harus dengan sistem pemerintahan
konstitusional, tidak dengan kekuasaan absolut.
b.
Namik Kemal.
Beliau termasuk pemikir terkemuka
dari Usmani Muda, lahir pada tahun 1840 M di Tekirdag, dan berasal dari
keluarga ningrat. Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibrahim Sinasih
(1826-1871 M) yang berpendidikan barat dan banyak mempunyai pandangan
modernisme. Namik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, walaupun ia dipengaruhi
pemikiran Barat namun masih menjunjung tinggi moral Islam dalam ide-ide
pembaharuannya.
Namik Kemal berpendapat bahwa
sistem pemerintahan konstitusional tidaklah merupakan bid’ah dalam Islam. Di
antara ide-ide lain yang dibawa Namik terdapat cinta tanah air Turki, tetapi
seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep tanah airnya tidak sempit. Sebagai orang
yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat perlunya diadakan persatuan seluruh umat
Islam di bawah pimpinan Kerajaan Usmani, sebagai negara Islam yang terbesar dan
terkuat di waktu itu.
c.
Midhat Pasya.
Nama lengkapnya Hafidh Ahmad
Syafik Midhat Pasya, lahir pada tahun 1822 M di Istanbul. Pendidikan agamanya
diperoleh dari ayahnya sendiri. Dalam usia sepuluh tahun ia telah hafal
Al-Quran, oleh karena itu ia digelari Al-Hafidh. Pendidikannya yang tertinggi
adalah pada Universitas Al-Fatih. Dia termasuk tokoh Usmani Muda yang mempunyai
peranan cukup penting dalam ide pembaharuan.
Beberapa langkah pembaharuan itu,
seperti memperkecil kekuasaan kaum eksekutif dan memberikan kekuasaan lebih
besar kepada kelompok legislatif. Golongan ini juga berusaha menggolkan sistem
konstitusi yang sudah ditegakkan dengan memakai istilah terma-terma yang
islami, seperti musyawarah untuk perwakilan rakyat, bai’ah untuk kedaulatan
rakyat dan syariah untuk konstitusi. Dengan usaha ini, sistem pemerintahan
Barat lambat laun dapat diterima kelompok ulama dan Syaikh Al-Islami yang
sebenarnya banyak menentang ide pembaharuan pada masa sebelumnya.[19]
4.
Pada Masa Turki Muda
Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya
gerakan Usmani Muda, maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan yang
lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam suasana yang
demikian, timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah yang obsolut Sultan
Abdul Hamid, sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan Sultan Abdul Aziz.
Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk perkumpulan
rahasia, di kalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri
dan disana melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma
dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang
kemudian dikenal dengan nama Turki Muda.
Tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza,
Mehmed Murad, dan Pangeran Sahabuddin.
a. Ahmad Riza (1859-1930 M).
Ia adalah anak seorang bekas anggota parlemen
bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya ia sekolah di pertanian untuk kelak
dapat bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang malang dan studinya diteruskan
di Perancis. sekembalinya dari perancis, ia bekerja di Kementerian Pertanian,
tapi ternyata hubungan pemerintah dengan petani yang miskin sedikit sekali,
karena kementerian itu lebih disibukkan dengan birokrasi. Kemudian ia pindah ke
Kementerian Pendidikan namun disini juga disibukkan dengan birokrasi tapi
kurang disibukkan dengan pendidikan.
Pembaharuannya adalah ingin mengubah pemerintahan
yang absolut kepada pemerintahan konstitusional. Karena menurutnya akan
menyelamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan adalah melalui pendidikan dan
ilmu pengetahuan positif dan bukan dengan teologi atau metafisika.
b. Mehmed Murad (1853-1912 M).
Ia berasal dari Kaukasus dan lari ke Istanbul pada
tahun 1873 M, yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh Syamil di daerah itu.
Ia belajar di Rusia dan di sanalah ia berjumpa dengan ide-ide Barat, namun
pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya.
Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi
penyebab mundurnya Kerajaan Usmani dan bukan pula rakyatnya, namun sebab
kemunduran itu terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh karena
itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Ia mengusulkan didirikan satu
Badan Pengawas yang tugasnya mengawasi jalannya undang-undang agar tidak
dilanggar oleh pemerintah. Di samping itu diadakan pula Dewan syariat agung
yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara Islam di Afrika dan Asia dan
ketuanya Syekh Al-Islam Kerajaan Usmani.
c. Pangeran Sahabuddin (1887-1948).
Pangeran Sahabuddin adalah keponakan Sultan Hamid
dari pihak ibunya, sedang dari pihak bapaknya adalah cucu dari Sultan Mahmud
II, oleh karena itu ia keturunan raja. Namun ibu dan bapaknya lari ke Eropa
menjauhkan diri dari kekuasaan Abdul Hamid. Maka dengan demikian kehidupan
Sahabuddin lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat.
Menurutnya yang pokok adalah perubahan sosial,
bukan penggantian Sultan. Masyarakat Turki sebagaimana masyarakat Timur lainnya
mempunyai corak kolektif, dan masyarakat kolektif tidak mudah berubah dalam
menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif orang tidak percaya diri sendiri,
oleh karena itu ia tergantung pada kelompok atau suku sedangkan masyarakat yang
dapat maju menurutnya adalah masyarakat yang tidak banyak bergantung kepada
orang lain tetapi sanggup berdiri sendiri dan berusaha sendiri untuk mengubah
keadaannya.[20]
KESIMPULAN
1.
Usman inilah
yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui
serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti
diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap
sebagai pendiri Dinasti Usmani.
2.
Kemajuan yang
dilakukan dinasti Usmani ialah melakukan perluasan wilayah. Sedangkan kemajuan
yang telah dicapai adalah dalam bidang sosial politik, administrasi,
ilmu pengetahuan, kebudayaan, ekonomi dan keuangan negara.
3.
Faktor yang
mempengaruhi kemunduran dinasty Usmani diantaranya karena Kelemahan para
penguasa, baik dalam kepribadian maupun dalam kepemimpinan yang berakibat
pemerintahan menjadi kacau, Pemberontakan tentara Jenissari, Heterogenitas
penduduk.
4.
Pembaharuan-pembaharuan
yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II merupakan landasan atau
dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya, antara lain :
pembaharuan Tanzimat, pembaharuan di Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad
ke-20.
5.
Tanzimat yang dimaksudkan adalah suatu
usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur
organisasi pemerintahan tetapi Tanzimat ini belum berhasil seperti yang
diharapkan oleh tokoh-tokoh penting Tanzimat, yaitu Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa
Sami, Mehmed Sadek, Rif’at Pasya dan Ali Pasya.
6.
Kemudian
dilanjutkan dengan pembaharuan Usmani Muda, dimana usaha-usaha
pembaharuannya adalah untuk mengubah pemerintahan dengan sistem konstitusional
tidak dengan kekuasaan absolut setelah dibubarkannya parlemen dan
dihancurkannya Usmani muda dilanjutkan dengan pembaharuan Turki Muda.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Bahy,
Muhammad.1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Asmuni,
Yusran. 1998. Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam.
Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.
Hamka. 2005. Sejarah
Umat Islam. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd.
Nasution,
Harun. 1991. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.
Jakarta: Pt. Bulan Bintang.
Labay
El-Sulthani, Mawardi, 2002, Tidak Usah Takut Syari’at Islam, Jakarta:
Al-Mawardi Prima.
Mughni, A.
Syafiq, 1997, Sejarah Kebudayaan di Turki, Jakarta: Logos.
Siti Maryam
dkk. 2002, (ed.) Sejarah Pearadaban Islam dari Masa Klasik hingga
Modern, Yogyakarta: LESFI.
Syalabi,
Ahmad, tth, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami, Kairo: Maktabah
al-Nahdhat al-Mishriyah.
Yatim,
Badri, 2002, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, cet. XIII.
Ensiklopedi
Islam, 1990, jilid IV, Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve.
Lapidus, Ira
M., 1999, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
jilid I.
Hasan, Ibrahim
Hasan, 1976, Tarikh al-Islami, Cairo: Maktabah al-Nahdhah
al-Misriyah, jilid IV.
PEMERINTAHAN
PADA MASA KERAJAAN DINASTI TURKI USMANI DAN PEMBAHARUAN DI TURKI
[2] Siti Maryam dkk, (ed.), Sejarah Pearadaban Islam dari Masa Klasik
hingga Modern (Yogyakarta:
LESFI, 2002), hal. 132 .
[3] Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami
(Kairo: Maktabah al-Nahdhat al-Mishriyah, tth.) hal. 660.
[8] Ensiklopedi
Islam, Jilid IV, 1990, hal. 60.
[9] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), jilid I, h.496-497.
[13] Hasan Ibrahim, Mausu’at al-Tarikh al-Islami V
(Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah, 1967), hal. 342
[14] Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), hal. 90-91.
[16] Yusran Asmuni, Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1998). hal. 19-21.
[19] Ibid..., Muhammad
Al-Bahy, 1986, hal. 99.
No comments:
Post a Comment