Thursday 27 November 2014

HUKUM OLAHRAGA TINJU, CATUR, DAN SEPAK BOLA MENURUT ISLAM



A.  PENDAHULUAN

Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memiliki jasmani yang kuat, dan salah satu caranya adalah dengan berolahraga, Tujuan olahraga sebenarnya adalah perhatian terhadap jasad dengan melatih otot, menguatkan jantung dan membuat badan memiliki kemampuan daya tahan tubuh yang kuat. Seperti yang kita ketahui ada bermacam-macam olahraga yang kita kenal di Indonesia. Salah satunya adalah Tinju atau gulat, olah raga ini dikenal kejam dengan cara  melemahkan lawan dan mengalahkannya walaupun dengan menghancurkan sebagian jasad lawan.  
Dari kontradiksi tujuan tersebut maka Islam mengkaji hukum dari sisi kemaslahatan atau kemadhorotannya.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian olahraga tinju, catur, dan sepak bola?
2.      Bagaimanakah hukum olahraga tinju menurut islam?
3.      Bagaimanakah hukum bermain catur menurut islam?
4.      Bagaimanakan hukum bermain sepak bola menurut islam?

C.  PEMBAHASAN
1.        Hukum Olahraga Tinju Menurut Islam
Olahraga tinju itu memang ada bahayanya, tetapi tidaklah separah dengan yang dibayangkan oleh kalangan dokter kesehatan olahraga UGM. Sementara itu manfaatnya yang begitu pula telah pula dirasakan, baik itu petinju sendiri, promotor, sponsor maupun masyarakat pada umumnya. Tidak sedikit petinju meroket namanya selain memperoleh keuntungan material yang melimpah hanya dengan adu jotos di atas ring.
Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya Muhammad Ali, Larry Holmes di negeri “Paman Sam” telah memperoleh miliaran rupiah, atau Thomas Americo di Indonesia dapat mengantongi puluhan juta rupiah hanya dengan adu kepala tinju. Dengan begitu, tinju telah menjadi lapangan kerja yang mendatangkan keuntungan besar bagi petinju.
Begitu pula promotor dapat mengeruk keuntungan material yang tidak sedikit. Sedangkan bagi kita sebagai penonton pertandingan tinju merupakan hiburan yang sehat dan menyegarkan. Kecuali, tinju itu sering di asumsikan sebagai salah satu sarana penyaluran bagi anak-anak nakal yang bila dibiarkan dapat menggangu ketertiban masyarakat.
Atas alasan pertimbangan itu, dapatlah dikatakan bahwa manfaat tinju lebih besardaripada bahayanya. Karena itu, bila dilihat dari segi hukum islam olahraga tinju dapat disimpulkan sebagai cabang olahraga yang hukumnya boleh. Sebab, seperti dikatakan di awal tulisan ini bahwa menurut hukum islam segala kegiatan olahraga sosial tidak kecuali kegiatan olahraga hukumnya boleh asalkan manfaatnya lebih banyak dibangdingkan dengan bahayanya bagi kehidupan manusia dalam masyarakat.[1]
Menurut Masjfuk Zuhdi (salah satu ulama dari Jatim), ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan yang mengisyaratkan keharaman olahraga ini.
Pertama, Allah SWT melarang manusia mencampakkan dirinya ke dalam kebinasaan (QS. Al-`Baqarah 2: 195). Manusia wajib menghindari diri dari hal-hal yang mungkin menimbulkan celaka. Petarungan tinju adalah sesuatu yang merusak jiwa dan akal.
Kedua, Hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa orang berduel untuk saling mengalahkan, baik yang menang ataupun yang kalah, sama-sama masuk neraka (H.R. Al- Bukhari).  Ini karena mereka sama-sama berusaha untuk mengalahkan lawannya.
Ketiga, Olahraga tinju memang bermanfaat memupuk keberanian dan kekuatan, namun bahayanya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Dalam kaidah hukum Islam dirumuskan bahwa menolak bahaya harus lebih diutamakan daripada mengambil manfaat. Karenanya, manfaat tinju tidak pada artinya sama sekali dibandingkan mudarat yang ditimbulkannya.
Keempat, olahraga tinju terutama yang professional sering dijadikan ajang perjudian, tidak sedikit orang yang terlibat dalam taruhan untuk menjagokan petinju yang mereka kagumi. Olahraga ini menjadi pintu bagi orang-orang untuk melakukan maksiat.[2]
Menurut hemat penulis, tinju itu terutama yang professional dilarang oleh islam berdasarkan dalil-dalil syar’i antara lain sebagai berikut:
a.    Q.S Al-Baqarah ayat: 195.
..........Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
b.    Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30, At-Tin ayat 4, dan Al-Isra’ ayat 70 menunjukkan, bahwa manusia itu adalah makhluk Tuhan yang tertinggi di antara semua  makhluk Tuhan Lainnya, sampai ia dimulyakan oleh Tuhan sendiri, diangkat sebagai khalifah di bumi, dan dihormati oleh para malaikat. Oleh karena itu seyogianya manusia itu menjaga martabatnya sebagai makhluk  yang terhormat tidak rela merendahkan dirinya seperti hewan yang mau diadu dengan bayaran agar saling membantai lewat pertarungan tinju yang tidak manusiawi itu.
c.    Hadits Nabi riwayat beberapa ahli hadits yang kenamaan antara antara lain Malik dan Ibnu Majah:
لَا ضَرَ رَ وَ لَا ضِرَا رَ
.......Tidak boleh membikin mudharat pada dirinya dan tidak boleh pula membikin mudharat pada orang lain.[3]

 “Para ahli hukum Islam mengungkapkan bahwa tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap perbuatan menyakiti yang mengenai jasmani (badan) seseorang yang dilakukan oleh orang lain, dan perbuatan tersebut tidak sampai menghilangkan nyawanya”.
Berbeda dengan pembunuhan, pelukaan hanya mengakibatkan rusak,  cedera, atau hilangnya anggota badan, sedangkan si korban masih tetap hidup, oleh karena itu apabila perbuatan tersebut termasuk pembunuhan. Hukumnya sudah ditetapkan Syara’ yaitu:
1.         Hukuman Qishash.
2.         Hukuman Diat.
3.         Hukuman Kifarat.[4]
2.        Hukum Bermain Catur Menurut Islam
Tentang permainan catur ini para ahli berbeda pendapat memandang hukumnya, antara mubah, makruh dan haram. Para ahli fiqih yang mengharamkannya bersalan dengan beberapa Hadits Nabi SAW. Namun para pengkritik dan penyelidikannya menolak dan membolehkannya. Hal itu karena permainan catur mulai tumbuh pada zaman sahabat, jadi setiap hadits yang menerangkan catur di zaman Nabi adalah Hadits-hadits lemah (dho’if)
para sahabat sendiri berbeda dalam memandang masalah catur ini.Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu, sedangkan Ali memandangnya sama dengan judi. Pendapat Ali ini mungkin catur dibarengi dengan judi. Sementara ada pula yang berpendapat makruh. Mereka itu adalah Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Hisyam bin Urwah, Sa’id bin Musayyab, dan Sa’id bin Jubair.
Terlepas dari semua perbedaan pendapat itu, maka kita kembalikan kepada kaidah fiqh “Pada dasarnya segala sesuatu adalah boleh”. Dalam catur ini tidak ada nash sharih yang mengharamkannya. Permainan catur melebihi permainan biasa, di dalamnnya terdapat semacam sport otak dan mendidik berfikir, olek karena itu tidak dapat disamakan dengan dadu. Sebab salah satu ciri permainan dadu adalah untung-untungan (spekulasi), jadi sama dengan azlam. Sedangkan yang menjadi ciri dalam perlombaan catur adalah kecerdasan latihan, jadi sama dengan lomba memanah.
Dengan demikian bermain catur adalah boleh (Mubah) dengan syarat sebagai berikut:
a.    Karena bermain catur tidak boleh menunda sholat.
b.    Tidak boleh dicampuri perjudian
c.    Ketika bermain, lidah harus dijaga dari omongan kotor, cabul dan omongan yang rendah.
Kalau ketiga syarat ini tidak dipenuhi, maka bermain catur dapat dihukumi haram. Hal itu sebagaimana pendapat Al-Syafi’i seperti dikutip Al-Maraghi dalam tafsirnya, bahea bermain catur (/satranji) diharamkan karena melalaikan kewajiban.[5]
3.        Hukum Bermain Sepak Bola Menurut Islam
Di antara olah raga yang digandrungi para pria adalah bermain sepakbola. Di setiap penjuru negeri, dari kota hingga desa, menggemari olahraga yang satu ini. Dalam Islam, olahraga sepakbola asalnya boleh. Namun tentu saja kita mesti memperhatikan aturan Islam tentang olahraga yang satu ini.
Olahraga sepakbola itu boleh dengan beberapa ketentuan:
a.    Tidak membuka aurat.
Aurat pria adalah antara pusar hingga lutut. Artinya antara pusar dan lutut tidak boleh dipandang. Lutut sendiri tidak termasuk aurat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ مَا تَحْتَ السُّرَّةِ إِلَى رُكْبَتِهِ مِنَ الْعَوْرَةِ
Karena di antara pusar dan lutut adalah aurat.

Oleh karena itu, yang ingin bermain sepakbola hendaknya tidak mengenakan celana yang pendek sehingga kelihatan pahanya.
Syaikh ‘Abdul Muhsin Al ‘Ubaikan, ulama senior di Saudi Arabia ditanya mengenai hukum bermain sepakbola oleh orang awam dan kapan terlarang, lalu apa batasan pakaian yang dibolehkan. Beliau hafizhohullah menjawab, “Bermain sepakbola itu boleh. Akan tetapi harus menutup aurat antara pusar dan lutut, wallahu a’lam.”
b.   Bermain bola tidak dengan taruhan.
Alasannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya membolehkan musabaqoh (perlombaan) dengan taruhan pada perkara tertentu saja. Perkara tersebut adalah yang dapat menegakkan islam, yaitu sebagai sarana untuk latihan berjihad. Perlombaan dengan taruhan yang dibolehkan disebutkan dalam hadits Abu Hurairah,
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ
Tidak ada taruhan kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda.”
 Sebagian ulama memperluas lagi perlombaan yang dibolehkan (dengan taruhan) yaitu perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits dan berbagai macam ilmu agama. Karena menghafal di sini dalam rangka menjaga langgengnya ajaran Islam sehingga bernilai sama dengan lomba pacuan kuda atau lomba memanah.
c.    Tidak menyia-nyiakan waktu shalat.
d.   Tujuan bermain sepakbola adalah untuk membugarkan badan.
e.    Tidak sampai menyia-nyiakan waktu.
f.    Jangan mudah emosi.





D.  KESIMPULAN

Pada dasarnya hukum dalam melakukan sebuah permainan itu adalah boleh, apabila suatu permainan tersebut tidak
1.    mengandung unsur perjudian.
2.    tidak menyebabkan suatu kerugian baik diri sendiri maupun orang lain.
3.    tidak melalaikan waktu.
4.    tidak melalaikan kewajiban kepada Allah dan Manusia.
5.    tidak menyerupai hewan maupun salib, dan lainnya.





DAFTAR PUSTAKA


-           Anonimus, Olahraga: Tinju, (online) avaible: www.stittaqwa.blogspot.com, diakses pada tanggal 23 september 2013.
-     Muhammad Abduh Tuasikal, Aturan Islam dalam Olahraga Sepakbola, (online) avaible: www.rumaysho.com, diakses pada tanggal 24 september 2013.
-           Sudrajat, Ajat, 2008, Fiqih Aktual, Ponorogo: STAIN PO Press.
-            Tebba, Sudirman, 2003, Sosiologi Hukum Islam, Yogyakarta: UII Press Indonesia.
-            Zuhdi, Majfuk, 1992, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Haji Mas Agung.
-            Zuhdi, Masjfuk, 1991, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT. Pertja.
-            Zuhdi, Masjfuk, 1997, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Toko Gunung Agung.


[1] Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press Indonesia, 2003).
[2] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1992), hal. 160-163.
[3] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Pertja, 1991), Hal. 159-161.
[4] Anonimus, Olahraga: Tinju, (online) avaible: www.stittaqwa.blogspot.com, diakses pada tanggal 23 september 2013.
[5] Ajat Sudrajat, Fiqih Aktual, (Ponorogo: STAIN PO Press, 2008), hal. 208-210.

No comments:

Post a Comment